Translate

Rabu, 07 Mei 2014

Surat Cinta untuk Mama dan Papa



May, 6rd 2014
09.57 PM
I called home
Ada sebuah pernyataan menarik dari tokoh Islam tersohor asal Mesir yang kerap disebut sebagai mujadid (pembaharuan) abad ini dalam buku The Journal of a Muslim Traveler, yaitu Hasan Al-Banna yang mengatakan, “I am a traveler seeking the truth, a human searching for the meaning of humanity, and a citizen seeking dignity, freedom, stability, and welfare under the shade of Islam. I am a free man who is aware of the purpose of his existence and calls, trully, my prayer, and my sacrifice, my life and my death, are all for Allah, the Cherisher of the worlds; He is no partner. This I am commanded and I am among those who submit to His Will. This is who I am. Who are you?

Selamat malam mama dan papa,
Kemarin adalah ulang tahun sil yang ke-24. Setahun lagi umur ini akan memasuki seperempat abad. Ulang tahun kali ini terasa berat dilalui. Kenapa? Karena sil jauh dari rumah dan umur 24 tahun seperti sebuah beban. Angka 24 ini benar-benar seperti monster yang menakutkan, yang mengingatkan bahwa sebentar lagi akan ada peringatan-peringatan dari mama dan papa tentang pilihan hidup yang telah dijalani selama ±2 tahun.

Aku sadar ma, pa pasti sangat berat bagi kalian melepasku untuk merantau jauh. Tetapi, anak kalian ini tetap bersikeras untuk keluar rumah demi melihat dunia luar yang luas dan mengejar impiannya. Apalagi pilihan hidup yang kujalani saat ini. Awalnya kalian benar-benar tidak merestui pilihanku ini, walaupun tetap memberikan kesempatan. Karena, kalian tahu bagaimana kekeras kepalaanku jika  dilarang memilih yang ku impianku. Ternyata jalannya tidaklah mulus, tanpa restu dari kalian. Akhirnya ketika kesempatan itu datang aku mohon agar kalian benar-benar merestui jalan yang kupilih dan berjanji setelah itu akan kembali ke impian awalku.

Sekarang aku disini berkat kesempatan yang telah kalian berikan. Aku tahu kalian selalu cemas memikirkanku setiap hari yang jauh dari jangkauan, tetapi aku bahagia karena semakin  jauh dari kalian aku semakin butuh kalian dalam setiap langkah yang kujalani.

Mama papa, di awal tulisan ini aku sengaja mengutip kata-kata seorang pengelana muslim. Sekarang aku menganalogikan diriku adalah seorang musafir yang  sedang mencari “sesuatu” di perjalanannya. Si pengelana muslim ini menyatakan kalau beliau adalah seorang pejalan yang mencari makna kehidupan melalui perjalanan. Ternyata di setiap perjalanan dia menemukan Tuhan yang dipercayainya.

Sekarang sebagai seorang musafir aku butuh keluar rumah untuk menemukan alasan kembali ke rumah. Di perjalanan kali ini sang musafir menetap dengan keluarga barunya. Musafir banyak bertemu dengan orang-orang baru yang ditemuinya. Semua orang-orang yang ditemuinya itu adalah orang-orang baik yang mengajarkan banyak hal ke musafir ini. Musafir ini belajar kesederhanaan, ketulusan, kebaikan.

Ternyata semua pelajaran yang ditemui oleh musafir ini, mampu membuat dia merasakan bahwa dia ternyata butuh rumahnya. Musafir ini merasakan ada hal yang kosong di perjalanan ini. Walaupun bisa dilihat musafir ini dikelilingi oleh orang-orang yang berhati hangat dari berbagai latar belakang. Tetapi, mereka ini tidak bisa mengisi kekosongan hati sang musafir.

Musafir ini ingin lari, keluar dari kekosongan ini. Tetapi tidak bisa dilakukannya karena itu menandakan sebuah kemunafikan yang dijalaninya. Untuk mengisi kekosongan hatinya sang musafir sering melakukan komunikasi dengan orang tuanya.

Lihat mama papa, ternyata komunikasi dengan kalian mampu membuatku bisa bertahan untuk tidak kembali ke rumah sampai ini selesai. Hal ini juga membuka mataku lagi. Aku ingat lagi tujuanku kesini. Walaupun aku merasa ada yang kosong di hatiku tanpa kehadiran kalian disini, aku tidak boleh menelantarkan orang-orang yang telah sukarela mengajarkanku kesederhaan, ketulusan, dan kebaikan. Aku berusaha untuk berbagi kehangatan dengan mereka, walaupun sedikit sulit. Tetapi tidak apa-apa, keterbukaanku ternyata dibalas dengan senyum tulus dari mereka.

Sebagai seorang musafir, disini aku menemukan hal-hal kusenangi. Aku belajar sosial budaya masyarakat Bugis di penempatanku. Aku bisa mengobrol dengan orang-orang dari berbagai latar belakang sehingga cakrawala pikiranku semakin bertambah. Aku bertemu dengan anak-anak yang luar biasa kemampuannya. Serta aku menemukan hal-hal jelek dalam dunia perpolitikan dan pendidikan di daerah penempatanku khususnya.

Sebagai seorang musafir, aku semakin kritis melihat sesuatu. Tetapi dibalik kekritisanku mama papa, aku merasa semakin bijaksana dalam menjalani hidup. Aku sudah mulai memikirkan permintaan kalian untuk mecari “rumah” setelah bertugas. Walaupun aku merasa, aku belum siap mencari “rumah” tersebut karena aku masih butuh kebebasan untuk mencari lebih banyak dan melangkahkan kaki lebih jauh lagi. 

Tiba-tiba aku ingat sekilas kata-kata Agustinus Wibowo dalam buku Titik Nol yang intinya menyatakan bahwa jauh itu hanya sekedar pencarian atau pencapaian egoisme pribadi yang telah melakukan perjalanan ke banyak tempat. Setelah disini aku baru sadar, kata-kata Agustinus tersebut menyindirku. Awalnya jauh itu bagiku adalah sebuah pencarian, ternyata setelah beberapa bulan dilalui jauh itu aku rasakan sebagai suatu pencapaian egoisme pribadi. Aku merasa telah melakukan perjalanan lebih jauh dibanding orang-orang disekitarku. Aku menceritakan semua perjalanan yang telah kulakukan. Tetapi, kadang cerita-cerita yang kuberikan menunjukkan kesombonganku di depan mereka.

Aku tidak mau menjadi orang yang sombong. Aku hanya ingin mencari lebih banyak rahasia-rahasia yang ada di dunia ini melalui perjalanan mama papa. Temanku pernah berkata kepadaku ma pa, “dalam perjalanan yang dilakukan sendiri memang bisa mengunjungi banyak tempat, tetapi jika perjalanan dilakukan berdua akan lebih banyak lagi tempat-tempat tersembunyi yang bisa ditemukan.”

Alasan-alasan dan pengalaman beberapa bulan inilah yang membuatku mau memikirkan pendapat kalian ma pa. Ternyata kesempatan yang telah kalian berikan ini sangat berguna bagiku. 

Sekarang aku ingin menjawab dengan yakin pertanyaan Pengelana Muslim di atas, “siapakah aku di perjalanan ini?”, “aku adalah bagian dari perjalanan yang ingin menemukan banyak rahasia yang ada di dunia ini dan orang tuaku adalah pendukung utamaku dalam melakukan perjalanan ini.”

Oh ya mama papa, sebelum sil menutup surat ini. Aku ingin sekali menghadiahi kalian dengan foto-foto yang luar biasa indahnya. Dari foto ini aku ingin mengabarkan bahwa kesempatan yang telah kalian berikan tidak pernah sia-sia. Terima kasih banyak mama dan papa. I love you.

 
Jalan santai bersama murid di hari Minggu

 
Ini adalah sunset dari depan rumah tinggalku disini
                                                                                                            RN

Karya Fahmi



May, 6th 2014
09.21 PM

 
Ini adalah potret Fahmi yang mengingatkan saya dengan Lintang di Laskar Pelangi
Saya mulai mengamati Fahmi ketika di kelas kita lagi bermain cita-cita. Waktu itu saya mengajak anak-anak menceritakan tentang cita-citanya. Ketika giliran Fahmi dia bercerita ingin menjadi pemain sepakbola. Di tengah-tengah cerita dia menangis dan tidak bisa melanjutkan ceritanya. Saya bingung dengan hal yang terjadi waktu itu.

Setelah tenang saya bertanya, “kenapa kamu menangis?”

Akhirnya Fahmi bercerita bahwa dia sangat ingin bermain bola. Ikut pertandingan bermain bola, tetapi sekolah tidak pernah memberikan kesempatan kepada kami untuk mengasah kemampuan. Saya hanya ingin diberi kesempatan untuk bertanding secara sungguh-sungguh dengan teman-teman dari sekolah lain. Sayang sekali saya belum bisa mewujudkan keinginan Fahmi dan teman-temannya terkait izin dari sekolah.

Setelah itu Fahmi bercerita, jika menjadi pemain bola dia ingin bergabung dengan Timnas Indonesia. Dia ingin membawa Indonesia sampai piala dunia. Dia mencintai sepakbola seperti ruhnya dan Timnas adalah kebanggaannya sebagai orang Indonesia. Dia tidak terpengaruh dengan klub-klub sepakbola luar negri yang terkenal. Dia juga tidak menjadikan pemain luar negri sebagai pemain bola favoritnya. Bagi Fahmi pemain bola favoritnya adalah Evan Dimaz. Suatu saat dia ingin bertemu dan bermain dengan Ivan Dimas di laga pertandingan bola.
 
Lihat seorang anak SD di desa memiliki keyakinan yang luar biasa untuk meraihnya mimpinya. Dia juga mencintai negara Indonesia dibalik semua kesusahan akses yang diterimanya. Kecintaannya terhadap Indonesia tidak hanya dilihat dari kecintaannya terhadap Timnas, tapi juga lewat tulisan-tulisannya yang biasa saya lihat. Fahmi selalu menuliskan tentang Ibu Pertiwi dari mata seorang anak kecil. Fahmi selalu menggebu-gebu ketika diajak bercerita tentang Indonesia. Sorot matanya memperlihatkan bahwa dia akan selalu mencintai Tanah Air Indonesia ini.

Belajar Bersepeda

Pada hari libur, bapak saya membelikan sepeda. Namun saya belum bisa naik sepeda. Waktu itu saya berumur 5 tahun. Saya berkata kepada bapak, “Pak, saya belum bisa naik sepeda.” Bapak saya berkata, “belajar! Bapak akan mengajarkan naik sepeda.” Saya berkata, “iya pak, tapi saya takut jatuh.” Bapak saya berkata, “jatuh itu soal biasa kamu pasti bisa, bersemangatlah, dan mulailah percaya diri. Jangan takut jatuh.”

Saya pun mulai dari roda dua, bapak saya memegang di sisi. Saya mengayuh perlahan-lahan, bapak melepaskan tangannya. Saya jalan-jalan dan saya hampir jatuh, untung bapak saya memegang sepeda saya. Jantung saya deg-degan, saya takut sekali jatuh, untung ada bapak yang memegang saya. Saya pun mulai bisa jalan kiri-kanan. Saya jalan ke warung, kemana-mana menggunakan sepeda seperi burung.

Janganlah takut mencoba. Mencoba adalah hal yang baik, tapi kita harus semangat dan mulailah percaya diri.


Indonesiaku

Ibu Pertiwi pernah mengeluh kepada saya bahwa banyak pejabat korupsi, oknum polisi memalukan, pimpinan peniru, DPR hanya ber-hahahihi, narkoba merajalela. Oh Indonesiaku.
 
Maafkan mereka Tuhanku, ampuni dosa-dosa mereka. Bukakanlah mata dan hati mereka. Beri ketabahan pada rakyat jelata. Hidup ini hanya sementara.

Adil dan sejahtera itu yang mereka dambakan, tetapi apa daya buat makan, bayar pajak, uang sekolah, bayar listrik, PDAM, telpon, sampai iuran Rt terasa berat.

Bagaimana masa depanmu? Oh sebagai Putra Bangsa, ingin rasanya aku menangis memikirkan nasibmu Pertiwiku. Tetapi kau bahkan menghiburku, “sudahlah anakku, jangan bersedih. Hidup harus diperjuangkan pilihlah wakil-wakil yang bertanggung jawab dalam Pemilu.”


Buku

Bila malam tiba,
Ku buka dan ku baca.
Ku pahami dan ku dalami,
Semua rahasia buku ini.
Kau menyimpan misteri,
Di kehidupan ini,
Kau tidak pernah marah,
Bila aku tak pernah menyentuhmu.
Darimu aku tahu,
Apa artinya ilmu,
Yang berguna untuk kami,
Tuk bekal di kemudian hari.


Pengabdian
Membangun Paser tiada henti,
Padamu Paser aku berbakti,
Berjuang mengabdi sebersih hati,
Sampai titik akhir hayatku nanti.
Aku bangga Tana Paser,
Aku bangga Kabupaten Paser,
Aku cinta Rakyat Paser.

                                                                                                By : Fahmi

Karya Aisyah



April, 3rd 2014
09.41 AM
 
Bermain Perahu dengan Isa dan Putri

Isa salah satu murid yang manis dengan kejutan-kejutannya. Ketika pertama kali bertemu dia langsung menghadiahi sebuah gambar di meja kerja saya. Selanjutnya Isa dengan senyum manisnya selalu mengikuti saya pergi ketika di sekolah maupun diluar sekolah.

Dia murid yang unik, awalnya dia sangat pemalu. Tetapi setelah didorong akhirnya dia mau berbicara di depan kelas. Kemudian dia senang bertanya dan mengajak ngobrol saya. Wah saya seperti menemukan teman yang polos dalam diri Isa.

Isa bercita-cita menjadi seorang pemain bulutangkis seperti Susi Susanti idolanya. Setiap sabtu malam, dia mengajak saya untuk ikut latihan bulu tangkis di GOR Bulutangkis desa. Isa pernah bercerita kalau dia pernah kalah dalam pertandingan bulutangkis tingkat SD se-kecamatan, tetapi kekalahannya tidak membuatnya patah semangat. Isa semakin rajin berlatih bulu tangkis untuk memperbaiki kemampuan dirinya. Saya berdo’a semoga di masa depan kelak Isa menjadi seorang pemain bulu tangkis yang hebat.

Ada satu pengalaman menarik saya bersama Isa. Suatu sore ketika pulang les Isa mengajak main perahu menggunakan kuali besar. Dia dan teman-temannya menyuruh saya naik kuali tersebut. Tentu saya tidak berani, karena badan saya tidak sekecil mereka. Akhirnya Isa dan teman-temannya berkata, “kata ibu kita harus berani walaupun nanti gagal atau jatuh. Ibu mengajarkan kami untuk selalu berani, tetapi sekarang kenapa ibu tidak berani sebelum mencoba?”

Kata-kata tersebut benar-benar menohok saya sebagai seorang guru mereka. Akhirnya dengan segala kepasrahan saya mencoba bermain perahu menggunakan kuali tersebut. Mereka benar-benar menjaga saya ketika naik kuali itu dan mengajarkan untuk menyeimbangkan badan di atas kuali itu. Awalnya saya sempat berhasil mendayung sedikit sampai akhirnya air masuk ke dalam kuali karena badan saya tidak seimbang.

Anak-anak hanya bertepuk tangan sambil memberikan semangat, “tidak apa-apa ibu, yang penting ibu telah berhasil mengalahkan ketakutan ibu. Nanti kita coba lagi buk.” What a wonderful world from them.

Nenek dan Cucu yang Baik Hati

Pada suatu hari ada seorang nenek-nenek berjalan kaki dan terbungkuk-bungkuk membawa tongkat. Ada anak orang kaya, ia bertanya kepada nenek itu, “nek ngapain disini? Disini kan tidak ada orang.” Nenek itu berkata, “iya cu disini emang tidak ada orang, saya kabur dari rumah.” Anak itu sedih dan ia menangis mendengar cerita nenek tersebut.

Kemudian nenek tersebut bertanya, “mengapa menangis cu?”, anak tersebut berkata, “saya sedih nek. Mengapa nenek kabur dari rumah?”

“saya di fitnah oleh mertua perempuan, saya dituduh membawa emasnya, padahal nenek tidak ada mengambil emas itu.”

“oh begitu nek, saya sangat terharu sekali dengan nenek. Saya sangat bangga kepada nenek. Saya ingin tinggal sama nenek. Ikut saya ya nek ke rumah. Rumah saya dekat dari sini. Mama saya baik ko’ nek, pasti nenek dibolehin tinggal di rumah. Papa saya lagi ke luar negeri. Tinggal sama saya ya nek. Saya senang punya nenek, papa, dan mama. Ayo kita pulang ke rumah nek.”
 
Nenek berkata, “ baik cu, ayo kita ke rumah cucu.” Anak tersebut sangat senang sekali.

Sesampai di rumah anak tersebut, nenek berkata, “ ternyata rumah cucu bagus. Bersyukurlah kepada Allah karena mempunyai mama dan papa yang baik. Ibu dan ayah nenek sudah meninggal, kamu bersyukur ya cu.”

Ibu anak tersebut datang. Tok tok tok, “assalamualaikum”

Anak dan nenek menjawab, “waalaikumsalam.”

Anak berteriak. “mama sudah pulang. Disini ada nenek mama. Mau ya nek tinggal disini? Saya mohon mama.”

Mamanya berkata, “baiklah kalau itu maumu.”

Nenek berkata, “terima kasih ya. Mama dan anak akrab sekali. Saya seperti di rumah sendiri. Saya mempunyai keluarga baru dan keharmonisan itu keluarga yang baik.”

Tiba-tiba ayah anak itu datang dan mengetuk pintu. Anak pun berteriak, “ayah sudah pulang. Aku punya nenek baru. Boleh yah nenek tinggal disini?”

Ayah berkata, ‘baiklah kalau itu maumu.’

Anak meloncat-loncat gembira, “hore nenek tinggal disini, terima kasih ya Allah engkau sudah memberi tempat tinggalnya dan keluarga baru.”

                                                                                                By : Aisyah




Karya M. Usup Nasrun



April, 3rd 2014
08.05 AM
 
Usup dengan semangatnya

Usup salah satu siswa favoritku. Kenapa? Dia menjadi favorit karena anaknya membebaskan semua pikiran dirinya. Dia anak yang selalu think out of the box. Dia selalu mempunyai cara untuk menyelesaikan suatu kerjaan secara efisien dan selalu berpikiran kalau bisa dilakukan dengan cepat dan mudah, kenapa harus menyelesaikan secara rumit.

Saya teringat  pertama kali benar-benar “melihat” Usup adalah ketika dia selalu hadir di kelas latihan Olimpiade Sains Kuark. Usup ikut dengan teman-temannya, walaupun dia buka peserta olimpiade tersebut. Minat belajarnya sangat tinggi, hal ini bisa dilihat dari sorot matanya yang selalu ingin tahu. Akhirnya setelah beberapa kali pertemuan dan melihat potensinya, saya menawarkan dia untuk ikut Olimpiade Sains Kuark. Dia langsung mengiyakan permintaan tersebut. Beruntung sekali Usup masih bisa mendaftar di menit terakhir Olimpiade Sains Kuark. Ternyata semangat belajarnya yang tinggi dalam menghadapi Olimpiade Sains Kuark tidak sia-sia.

Usup berhasil melaju ke babak semifinal olimpiade itu. Dia sekarang bersama teman-temannya wakil sekolah sedang menunggu pengumuman olimpiade tanggal 19 Mei 2014. Cita-cita Usup sekarang adalah bisa melaju ke babak final Olimpiade Sains Kuark.

Pangeran Wijaya

Pada suatu hari hiduplah seorang Pangeran Wijaya, ia ramah, baik hati, dan penolong. Pada suatu hari, ia berjalan dan melihat seseorang yang duduk sendiri. Pangeran Wijaya mendekati orang itu dan berkata, “wahai bapak mengapa wajahmu lesu begitu?”, bapak itu berkata, “ saya tidak punya uang dan belum makan.” Pangeran Wijaya “oh begitu, ini saya punya uang buat bapak membeli makanan.”, “terima kasih nak”, kata bapaknya.

Pangeran Wijaya melanjutkan perjalanan, tiba-tiba ia mendengat suara orang yang meminta tolong. Ia mendengar suara orang yang meminta tolong. Ia berjalan mencari darimana asal suara itu. Ternyata ada wanita yang ingin dirampok dan ia langsung menolong orang itu. Tak lama kemudian perampok itu kalah dan meminta maaf kepada Pangeran Wijaya. Wanita itu berterima kasih kepada Pangeran Wijaya. 

Keesokannya pangeran ditugaskan oleh raja untuk menemaninya berburu. Pangeran Wijaya mengiyakan ajakan sang raja. Ketika sampai di hutan, raja melihat seekor rusa. Raja pun langsung mengambil busur untuk memanah rusa itu. Ketika raja melepaskan busurnya, rusa tersebut terkena dan langsung lemah tak berdaya. Raja pun kembali dengan gembira.

Ketika sampai di istana raja membagi dua rusa tersebut untuk membaginya kepada pangeran. Raja mengucapkan terima kasih kepada pangeran karena telah menemaninya berburu rusa.

                                                                                                By : M. Usup Nasrun