June, 18th 2013
07.28
PM
Fenomena
kehidupan perempuan di pedesaan berdasarkan pengalaman tinggal di wilayah
pedesaan yang sebagian besar sumber perekomian penduduknya di sektor pertanian.
Kisah ini berdasarkan hasil obrolan singkat dengan tetangga ibu angkatku di
Desa Kopah Kec. Kuantan Tengah Kab Kuansing.
Ibu
tersebut bercerita tentang kehidupan perempuan di desa ini. Perempuan di desa
ini lebih berat pekerjaannya daripada laki-laki. Perempuan setiap hari mengurus
ladang[1]
dari pagi sampai sore. Sedangkan laki-laki jarang yang membantu pekerjaan
perempuan di ladang.
Perempuan
di pagi hari mengurus pekerjaan rumah tangga (domestic) setelah itu langsung ke
ladang (produktif). Mereka di ladang dari pagi hingga sore hari. Pekerjaan yang
dilakukan di ladang yaitu mempukuk padi, mengusir burung yang mengganggu padi,
menyiangi ladang, dan lain sebagainya. Sore sepulang dari ladang
perempuan-perempuan melanjutkan pekerjaan rumah tangga. Pekerjaan seperti ini
merupakan pekerjaan yang setiap hari dilakukan tanpa henti.
Sedangkan
laki-laki pekerjaan utamanya yaitu memotong karet. Pekerjaan ini dilakukan
hingga pukul 11.00 WIB. Setelah itu, laki-laki pulang ke rumah dan istirahat.
Setelah istirahat pukul 16.00 WIB, mereka kadang menyusul istrinya ke ladang
dan menolong pekerjaan istrinya. Tetapi hal seperti biasanya jarang dilakukan,
laki-laki lebih banyak menghabiskan waktu dengan beristirahat di rumah atau
minum-minum kopi di warung dekat rumah.
Berdasarkan
jabaran dari ibu tersebut, hal tersebut merupakan fenomena yang terjadi di desa
tersebut. Akhirnya saya mengajukan sebuah pertanyaan, “bagaimana dengan
anak-anaknya?”
“Anak-anak
tersebut ditinggal di rumah apabila telah berusia lebih satu tahun. Biasanya
anak-anak ini tinggal dengan neneknya di rumah. Tetapi, bagi anak-anak yang
umurnya belum berumur 1 tahun akan dilihat setiap jam 3 jam sekali.
Anak-anaknya dibiasakan mandiri sejak kecil.
Sekarang
perempuan yang terjun langsung mengelola ladang akhir-akhir ini berkurang.
Perempuan yang mau terlibat mengurus ladang adalah generasi yang lahir di atas
tahun 80-an. Perempuan generasi di bawah 80-an lebih modern dan tidak mau
terjun mengelola ladang. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu di rumah atau
bekerja di sektor lain yang lebih modern seperti guru, bidan, atau hanya
sebagai ibu rumah tangga.”
Ibu
tersebut lalu berhenti bercerita. Setelah mengambil nafas sejenak ibu tersebut
berujar, “jadi perempuan di sini capek buk. Banyak kerjaan, kami mengurus semua
pekerjaan rumah tangga dan mengurus ladang. Waktu kami setiap siang habis di
ladang dan di malam hari bisa digunakan untuk berkumpul bersama keluarga. Kalau
laki-laki cukup senang karena kalau selesai pekerjaan utamanya memotong karet
bisa istirahat dan kadang membantu kami berladang.”
Saya
mengomentari ujaran ibu tersebut, “saya sering melihat seperti ini di wilayah
pedesaan buk. Umumnya perempuan di pedesaan melakukan pekerjaan rumah dan
produktif secara bersamaan (beban kerja yang lebih).”
Ibu
tersebut tidak ada mengomentari ucapan saya. Selang beberapa menit obrolan kami
beralih ke topik lain.
Berdasarkan
hasil obrolan dengan ibu tersebut, saya menapak tilas perjalanan menyelesaikan
skripsi demi gelar S1. Saya mengambil topic fenomena gender di masyarakat
pedesaan. Saya menemukan fenomena yang sama. Perbedaannya saya hanya melakukan
penelitian tanpa mendengar secara dalam curahan hati para perempuan penenun.
Saya mengambil kesimpulan berdasarkan yang temui saat penelitian dan dikaitkan
dengan teori yang telah dipelajari.
Cerita tersebut menghasilkan suatu
kesimpulan, bahwa :
1. Perempuan
di Desa Kopah yang bekerja di ladang mempunyai beban kerja yang berlebih. Hal
ini dapat dilihat dari pekerjaan yang dkelolanya yaitu pekerjaan rumah
(domestic) dan pekerjaan di ladang (produktif).
2. Perempuan
menguasai sumber daya alam berupa ladang yang dikelolanya, sedangkan sumber
daya perkebunan di kelola oleh laki-laki.
3. Perempuan
di pedesaan terlibat dalam membantu menambah pendapatan rumah tangga dengan
bekerja di lapangan.
RN