July, 4th 2013
11.18 AM
Kematian.
Kata
tersebut akan menjadi perenungan oleh setiap orang apabila dipertanyakan.
Kematian bagi saya adalah kepasrahan dalam menghadapi ujung kehidupan.
Kapan
kematian menjadi sebuah pertanyaan di pikiran saya? Akhir-akhir ini saya sering
mempertanyakan tentang kematian. Bagaimana proses kematian tersebut? Kapan
saya, kamu, dan kalian benar-benar pasrah dalam menghadapi kematian?
Pertanyaan
tersebut saya tanyakan kepada beberapa orang teman yang mempunyai alur pikiran
yang berbeda dengan saya. Mereka tidak pernah memberikan jawaban. Karena bagi
mereka kematian itu adalah sesuatu yang sakral yang tidak boleh dipertanyakan.
Bagi
saya kepasrahan akan datangnya kematian adalah saat melakukan perjalanan
menggunakan udara. Setelah pesawat mengudara saya benar-benar memasrahkan diri
untuk menghadapi kematian.
Kenapa?
Karena
bagi saya saat di atas pesawat kita benar-benar tidak mempunyai pedoman tentang
dimensi waktu, kejadian, dan jarak yang dilalui. Saya hanya berpikir jika
pesawat telah mengudara, resiko kematian akan meningkat.
Kita
hanya bisa pasrah, dan memasrahkan diri. Sehingga timbul pertanyaan; “Ketika
essensial kematian dipertanyakan?”. Saat itulah kita merenungi semua perbuatan
yang telah pernah dilakukan.
Ketika
saya mulai sering mempertanyakan tentang essensial kematian, saat itulah saya
mendapat jawaban tentang sebuah kematian.
“Maut
menghampiri saya, ketika sedang berjalan kaki ke kantor. Tiba-tiba dari arah
yang berlawanan sebuah mobil menabrak tiang listrik. Saya berada tepat di depan
tiang listrik. Tiang listrik tersebut bergoyang, sesaat saya hanya terpaku
melihat kejadian tersebut, setelah reaksi otak berjalan saya langsung melihat
ke atas dan kabel listrik tersenyum. Saat itulah saya sadar, kalau saya tidak
beranjak dari sini, kemungkinan bisa ketimpa kabel listrik yang bermuatan
listrik. Saya melompat ke seberang jalan tanpa melihat kiri-kanan, ternyata
dari kiri-kanan mobil dan motor bergerak ke arah saya. Saya hanya teriak
sebelum mobil dan motor tersebut me-rem mendadak tepat di depan saya. Waktu itu
saya hanya melihat dengan ekspresi shock. Setelah sadar dari ekspresi tersebut,
saya melihat diri sendiri dan membatin “Tuhan terima kasih engkau telah
menyelamatkan saya dari kejadian maut ini.”
Cerita
tersebut merupakan kisah yang saya alami hari kemaren tanggal 3 Juli 2013.
Kejadian tersebut membuat saya menarik kesimpulan dari pertanyaan yang telah
saya ajukan ke orang lain beberapa hari terakhir.
Ketika
essensial kematian dipertanyakan? Saat saya memasrahkan diri berada di pesawat
terbang. Tetapi, jawaban saya tersebut belum memberikan kepuasan tentang
kematian. Lalu saya bertanya kepada orang-orang mereka juga tidak memberikan
jawaban yang memuaskan kepada saya.
Ternyata
Tuhan mempunyai rencana lain. Dia memberikan jawaban langsung kepada saya
melalui kejadian hampir menjadi korban kecelakaan. Ternyata disaat tersebut
saya juga memasrahkan total seluruh kehidupa yang saya miliki. Kematian memberikan
sebuah jawaban, bahwa setiap detik dari denyut nadi dimanapun berada kematian
akan selalu menghampiri.
Lihat saya!
Saya hanya memasrahkan diri saat
melakukan perjalanan udara, ternyata maut hampir menjemput saya saat jalan kaki
melalui jalan darat.
RN
Eh beneran ini nyaris celaka? Ckckck..
BalasHapusTapi memang yah, yang namanya kematian, salah satu rahasia Ilahi yang paling tak tertebak. Dan kita cuma bisa bersiap diri, supaya siap dipanggil kapan saja oleh yang Empunya Nyawa :)
Btw, blognya aye masukin ke blogroll yahh :)
Hehehhe, iy beneran. Sehari sebelum tulisan ini sy bikin.
HapusOk, ng papa.
Salam kenal, selalu menulis y.