Translate

Selasa, 09 September 2014

Gajah dan Burung Hantu di Binar Mata Anak-Anak



May, 7th 2014
10.30 AM
With My Students
Apakah kita harus jadi juru dongeng agar bisa menarik perhatian anak-anak? Apakah kita harus punya banyak koleksi dongeng ketika bercerita dengan anak-anak? Tidak selalu harus memiliki kemampuan seperti itu, untuk menjadi seseorang yang menarik di depan anak-anak kita cukup menjadi diri sendiri dan menyatu dengan dunia mereka.

Anak-anak sangat senang mendengar sebuah cerita. Aku bukanlah orang yang memiliki kemampuan baik untuk bercerita secara lisan, tetapi di depan mereka aku berusaha mengikuti keinginan mereka untuk menjadi juru dongengnya. Cerita-cerita yang kusampaikan kepada mereka adalah cerita-cerita sederhana yang pernah kudengar tentang kehidupan.

Aku ingat tanggal 19 April 2014 aku bercerita tentang Gajah dan Burung Hantu. Aku menceritakan gajah dan burung hantu adalah hewan yang tidak pernah lupa jalan pulangnya. Mereka walaupun pergi berkelana meninggalkan tanah kelahirannya, suatu saat mereka kembali lagi ke rumah.

Selain itu gajah merupakan hewan yang pintar dan sensitif mengenali lingkungan sekitarnya. Saya menceritakan ke anak-anak ada sebuah kisah menarik seekor gajah masuk ke kota, orang-orang terkejut melihat gajah itu. Gajah itu tidak mengganggu orang-orang tersebut, dia hanya menuju satu tempat. Tempat tersebut setelah ditelusuri ternyata adalah tempat kelahiran gajah. Gajah selalu pulang ke rumahnya setelah dewasa, hanya untuk melihat tempat kelahirannya. Setelah itu, dia kembali berkelana menuju habitatnya dan menelusuri setiap jengkal habitat tersebut. Gajah juga hewan yang pintar mengenal lingkungannya, serta mampu mengenal orang yang memiliki hati yang bersih maupun kotor.

Begitu juga dengan burung hantu dia selalu pulang ke rumah setelah selesai melaksanakan sebuah urusan. Saya mengetahui cerita burung hantu, ketika dulu bekerja di salah satu NGO Lingkungan. Saya mendampingi masyarakat pedesaan mengelola perkebunan kelapa sawit yang memperhatikan aspek lingkungan, bekerja sama dengan sebuah perusahaan kelapa sawit. Ketika meninjau lokasi perkebunan kelapa sawit, saya tertarik melihat di tengah-tengah kebun melihat ada sangkar burung. Saya bertanya kepada asisten kebunnya, karena pemandangan itu terlihat mencolok di mata saya.
Saya : Sangkar burung apakah yang ada di tengah kebun itu dan apa fungsinya?

Asisten kebun : Itu adalah sangkar burung hantu yang berfungsi sebagai musuh alami hama-hama serta pengganggu tanaman kelapa sawit lainnya.

Saya : Kenapa burung hantu yang dijadikan sebagai musuh alami?

Asisten kebun : Alasannya sederhana saja, burung hantu walaupun terbang jauh dia tetap akan kembali ke sangkarnya. Sehingga memudahkan untuk memelihara mereka.

Lihat alasan yang digunakan oleh asisten kebun tersebut. Burung Hantu yang merupakan seekor binatang mampu mengetahui jalan pulang. Dia selalu ingat untuk kembali ke rumah.
Saya melanjutkan bercerita kepada anak-anak.

Di Negara Inggris Burung Hantu merupakan lambang kebijaksanaan. Sehingga, beberapa sekolah di Inggris menggunakan Burung Hantu sebagai lambang sekolah mereka. Lihat mata burung hantu, sorot matanya menyiratkan keteduhan dan perlindungan bagi makhluk-makhluk sekitarnya. Ibaratnya sorot mata burung hantu adalah sorot mata orang tua kita yang memberikan kenyamanan serta perlindungan terhadap anak-anaknya.


Tiba-tiba salah satu anak mengangkat tangan dengan antusiasnya, “Ibu berarti gajah dan burung hantu hewan yang sangat hebat. Saya ingin seperti gajah dan burung hantu.”
Lihat ternyata dengan membacakan cerita tentang kehidupan makhluk-makhluk disekitarnya memberikan antusias kepada anak-anak. Akhirnya saya menjawab pertanyaan anak tersebut sambil melempar pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan kebutuhan pendidikan karakter mereka, “wah pintar! Jika ingin pintar dan bijaksana seperti gajah dan burung hantu kalian harus melakukan apa?

Anak-anak berebutan memberikan jawaban-jawaban yang lugu.

“Saya tidak boleh berkelahi ibu.”

“Saya harus rajin membaca buku.”

“Saya tidak boleh melawan kepada orang tua dan guru.”

“Saya harus menyayangi teman-teman.”

“Di kelas saya harus rajin belajar dan mengajarkan tugas.”

“Melindungi binatang peliharaan saya.”

Itu adalah beberapa jawaban yang keluar dari mulut anak-anak yang polos ini. Mereka benar-benar mendengarkan cerita yang telah diceritakan dengan baik. Bagi mereka tidak ada paksaan untuk mencerna setiap cerita yang diceritakan, tetapi mereka ternyata mampu mencerna setiap inti yang ingin disampaikan.

Setelah menceritakan tentang gajah dan burung hantu giliran anak-anak yang berebutan menceritakan tentang binatang peliharaannya. Anak-anak ini mempunyai beberapa binatang peliharaan seperti kucing serta burung. Mereka memberikan nama yang lucu untuk binatang-binatang tersebut yaitu Buyung, Icis, Otong, Regis, dan Breja. 

What a lovely them with their story, their eyes, and their smile when we told story together.

                                                                                                            RN

4 komentar: