April, 3rd 2014
06.00
AM
Ketika
memasuki ruangan kelas 6 di awal penempatan menjadi Pengajar Muda, saya membawa
sebuah laptop. Ada seorang anak dengan mata berbinar-binar melihat laptop ini.
Saya tidak tahu pesona yang dipancarkan oleh laptop ini. Setelah saya membuka
laptop, anak-anak berbisik-bisik ke anak yang matanya berbinar-binar tersebut.
Akhirnya
setelah agak lama terjebak dengan kebingungan tersebut, salah satu anak
menjelaskan kepada saya bahwa anak tersebut bercita-cita menjadi pengetik
komputer. Saya diam mendengarkannya dan memikirkan sederhana sekali cita-cita
ini anak. Cita-citanya tidak setinggi langit, anak ini tidak ambisius untuk
bercita-cita tinggi.
Setelah
berkenalan dengan anak tersebut, saya baru tahu namanya Rus Mitasari. Dia bercerita
ingin menjadi juru ketik suatu saat. Dia melihat orang yang berada dibalik
layar komputer adalah sosok yang hebat. Melihat matanya yang berbinar-binar
tersebut, saya menyerahkan laptop ini ke dia dan menyuruhnya mengetik di
laptop.
Dia
seperti kejatuhan durian runtuh. Dia memperlakukan laptop ini seperti orang tua
membelai anaknya. Dia mengangumi seluruh komponen yang ada di laptop ini. Tangannya
gemetaran mengetik huruf pertama, tetapi matanya memancarkan sinar yang sangat
terang dan senyumnya terkembang merekah ketika menyentuhkan jemarinya ke laptop
ini.
Bahagia
sekali Sari dengan laptop ini. Dia tidak henti-hentinya mengucapkan terima
kasih atas kesempatan yang telah diberikan untuk mengetik di laptop ini. Ternyata
mengetik di laptop adalah pengalaman pertama bagi Sari.
Sari,
saya hanya berdo’a semoga suatu saat kamu menjadi juru komputer yang ahli di
Indonesia. Tetap simpan cita-citamu untuk menjadi Pengetik Komputer.
Pohon dan Penebang Kayu
Ada
seorang penebang kayu bernama serakah. Suatu hari ketika ia menebang kayu,
gagang kapaknya patah. Ia mencari dahan untuk mengganti gagangnya yang patah.
Sesampainya di hutan ia bertanya kepada pohon jati yang besar. “bolehkah aku
meminta dahanmu?” Pohon jati menjawab, “jangan nanti tubuhky jelek.”
Kemudian
serakah mendekati pohon akasia, “bolehkah aku meminta sebagian dahanmu?” Akasia
menjawab, “jangan nanti aku mati kalau potong.” Serakah hampir putus asa,
tiba-tiba pohon jati berbicara, “ambillah dahan sawo itu!” Penebang kayu
terkejut, “karena tubuhnya kuat dan keras, jika kau ambil tidak akan mati.”
jawab jati.
Sawo
tidak menolak, akhirnya serakah memetong beberapa dahan. Ia pulang dengan hati
berbunga-bunga. Keesokan harinya serakah menjalankan kegiatannya. Ia pergi ke
hutan dengan menenteng kapak. Ia kemudian menebang kayu-kayu besar yang
dijumpainya, tak terkecuali kayu jati.
Kayu
jati menangis mengapa serakah tega menyakitinya. Sambil menangis jati berkata,
“andai saja aku tak mengorbankan sawo, pasti aku akan selamat. Serakah tidak
akan memiliki gagang kapak lagi.” Jati hanya bisa menyesal.
Si Kutu Buku
Dia
memang anak yang rajin. Setiap pagi dia selalu tiba di sekolah paling awal.
Tidak hanya rajin datang ke sekolah, dia juga rajin membaca apa saja. Tak ada
satu buku pun di perpustakaan yang belum tersentuh oleh jari-jari lembutnya.
Dan tak satu kalimat pun pada buku itu
yang belum yang dibacanya. Oleh karena itu tidak heran jika semua siswa di
kelas IV menjulukinya si kutu buku.
Tidak
hanya rajin membaca buku, di bidang kesenian dan olahraga dia juga jagoannya.
Berbagai prestasi seni dan olahraga disabetnya dari berbagai lomba yang pernah
diikutinya. Kedisiplinannya dalam setia hal, tidak hanya mengantarkan gadis
berparas cantik itu menjadi juara di segala bidang. Bahkan prestasi si lembut
hati itu juga mengusik hati para guru dan kepala sekolah untuk menobatkannya
sebagai siswa teladan bulan itu.
Ruang ICU
Sore
hari Yulia bermain kelereng dengan teman-temannya. Permain tersebut selalu
dilakukan setiap pukul 16.30 WITA. Yulia bermain kelereng di samping balai desa
yang berjarak 500 meter dari rumahnya.
Setelah
selesai bermain kelereng Yulia bergegas pulang karena hari menjelang magrib.
Sampai di pertigaan jalan Yulia kaget, ia melihat sosok tubuh terge;atak di
pinggir jalan.
“tolong
Kakek Kasan pingsan!” teriak Yulia. Setelah tahu bahwa yang pingsan adalah
Kakek Kasan tetangganya. Orang-orang kampung segera berhamburan keluar. Ayah
Yulia juga keluar rumah.
“Kakek
Kasan kenapa Yul?” tanya ayahnya.
“pingsan
yah.” Jawab Yulia.
Ayah
Yulia berlari ke garasi mengeluarkan mobil ayahnya dan segera membawa Kakek
Kasan ke rumah sakit. Yulia pun ikut bersama keluarga Kakek Kasan. Sesampai di
rumah sakit, Kakek Kasan dibawa ke ruang Unit Gawat Darurat (UGD).
“sakit
apa dok?” tanya Yulia.
“kelihatannya
sakit jantung, dik. Kakekmu harus segera dirawat di ruang ICU. Di ruang ICU
Kakek Kasan di rawat dengan alat pemacu jantung. Suasana hening sekali, yang
terdengar hanya suara dengkuran Kakek Kasan dan bunyi alat pemacu jantung.
Yulia
tertegun, sebentar-sebentar ia melihat grafik alat pemacu jantung yang bergerak
tidak beraturan. Perlahan-lahan air mata Yulia menetes, ia tidak kuasa menahan
tangisnya.
Berpantun Ria ala Rus Mitasari
1. Berlayar
menuju ke tengah laut
Lupa membawa perahu
datang
Kasihan anak tak
berpengetahuan
Bagaikan katak dalam tempurung
2. Ato
kawan naik dokar
Pergi ke pasar membeli
kenari
Ato kawan rajin belajar
Agar kelak menjadi insinyur
3. Burung
Irian Burung Cendrawasih
Dibawa perahu ke
Jakarta
Jika berteman jangan
pilih kasih
Derajat manusia semua sama
4. Pohon
Jambu sedikit liar
Melempar nuri dengan
kenari
Bila kamu rajin belajar
Tentulah nanti akan berhasil
5. Burung
Kutilang terbang lepas
Kakak tua memakan roti
Jadi orang jangan malas
Di hari tua menyesal nanti
6. Anak
Gajah menarik pedati
Memahat batu tengah
padang
Hilang sudah gundah do
hati
Melihat ibu sudah datang
By
: Rus Mitasari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar