Translate

Kamis, 05 September 2013

Prof. Rudi



September, 4th 2013
09.46 PM
Bersama Pak Rudi di Kebun Teh
Saya  memanggil beliau dengan sebutan Prof. Rudi[1] atau Pak Rudi. Di jurusan beliau terkenal sebagai dosen pembimbing yang killer. Kenapa killer? Ini berdasarkan fakta saya, teman-teman, serta senior yang telah mengalami. Kalau bimbingan bersama Prof. Rudi seperti memasuki ruang sidang pengadilan. Semua mahasiswa bimbingan Prof. Rudi menjadi alim sejenak. Semua doa, zikir, serta ayat untuk penenang diri dibaca sebelum melakukan bimbingan.
 
Selain doa, zikir, dan ayat masih ada senjata lain yang harus dipersiapkan untuk bimbingan dengan beliau yaitu bahan bacaan sebagai penguat jawaban ketika ditanya tentang skripsi. Tapi, cara ini sering gagal karena peserta bimbingan sering gugur di awal pertandingan. Prof. Rudi ternyata lawan yang sangat tangguh dalam hal ini. Cara Prof. Rudi menaklukan lawan cukup dengan memberi tatapan sekilas dan memegang skripsi, kemudian lawannya siap-siap menjawab pertanyaan Prof. Rudi. Biasanya belum selesai menjawab, sudah dipotong Prof. Rudi, kemudian akan berlanjut ke adegan yang menengangkan.

Biasanya percakapannya seperti ini, “(1) apa rumusan masalahnya?; (2) antara latar belakang dan rumusan masalah tidak nyambung; (3) kamu ada membaca tidak; (4) dan pertanyaan lainnya. Saya sudah bilang baca, baca, baca, dan baca baru tulis yang akan disampaikan dalam skripsi.” Tetttt, suara Prof. Rudi setelah itu akan naik beberapa oktaf. Kenaikan suara ini alarm bagi mahasiswa bimbingannya yang lagi antri diluar. Kalau sudah begini, biasanya antrian yang mau bimbingan berkurang. Alasan mereka kalau sudah begini berarti ujung-ujungnya kita semua dimarahi seperti itu. Itu alasan yang digunakan bagi mahasiswa yang mempunyai mental kere. Bagi yang bermental baja akan terus menerjang badai dan ombak untuk melakukan bimbingan. 

Hal-hal yang saya tuliskan tersebut sebagai prolog untuk mengenal Prof. Rudi. Sudah menjadi rahasia umum di kalangan mahasiswa kalau Prof. Rudi sebagai dosen bimbingan yang paling killer. Sehingga, atas persetujuan bersama para pendahulu kami, tanpa ada kontrak tertulis menyatakan bahwa mahasiswa yang mendapat bimbingan dari Prof. Rudi siap-siap menuntut ilmu di kampus minimal 5 tahun.

Sugesti-sugesti dari pendahulu sepertinya memberikan pengaruh yang cukup efektif bagi kami para junior terhadap ke-killer-an Prof. Rudi. Semua sugesti yang diberikan oleh senior tergantung bagaimana kami para junior mengelola dan membuktikan kepada mereka bahwa kami bisa menyelesaikan kuliah 4 tahun Prof. Rudi.

Saya telah membuktikan hal tersebut. Saya sudah mendapat bocoran tentang ke-killer-annya dari senior jika memilih Prof. Rudi jadi pembimbing. Ketika mereka mengatakan hal tersebut saya telah membulatkan tekad untuk tetap memilih Prof. Rudi sebagai pembimbing. Saya ingin mematahkan sugesti dari senior dan akan membuktikan bisa menyelesaikan kuliah 4 tahun. Selain itu, salah satu prinsip hidup yang mengendalikan saya tetap memilih Prof. Rudi adalah jangan pernah melewatkan sebuah tantangan di depan mata. Bagi saya menjadi mahasiswa bimbingan Prof. Rudi adalah sebuah tantangan. Cita-cita saya waktu itu, ingin menutup masa kuliah dengan sebuah cerita seru.

Prolog di awal tulisan ini merupakan kisah yang telah  dilewati bersama teman-teman satu pembimbing. Prof. Rudi benar-benar membimbing kami untuk sebuah kualitas bukan kuantitas. Bagi beliau, proses belajar dan mengubah pola pikir adalah hal yang penting. Metode yang beliau berikan kepada saya dalam bimbingan adalah banyak membaca buku terutama yang berhubungan dengan topik penelitian. Hasil yang didapat dari membaca buku adalah kemampuan menulis suatu objek penelitian dan bagaimana menuangkan hasil penelitian secara objektif.

Saya belajar menulis dari Prof. Rudi ketika menulis sebuah skripsi. Skripsi saya berbeda dengan skripsi teman-teman lainnya. Di skripsi saya menulis cerita kehidupan sehari-hari masyarakat yang menjadi objek penelitian.

Awalnya saya berpikir, hanya menulis cerita tanpa ada rumus dan table. Ini akan menjadi sesuatu yang menyenangkan. Ternyata saya salah besar, menulis sebuah cerita sangat sulit daripada menulis hasil table dan rumus. Saya jatuh bangun bimbingan menulis cerita tersebut dengan Prof. Rudi. Saya telah menghitung selama 11 bulan insentif bimbingan dengan Prof. Rudi revisi proposal penelitian sebanyak 10 kali, revisi hasil penelitian sebanyak 13 kali, revisi seminar hasil sebanyak 7 kali (ini yang paling parah, saya merevisi hampir semua hasil skripsi menggunakan kata-kata sendiri. Bagian ini yang melatih saya menulis dan memainkan permainan kata-kata, serta kalimat), dan revisi akhir sebanyak 5 kali.

Berdasarkan angka-angka tersebut, terlihat bahwa saya sangat konsisten bimbingan dengan Prof. Rudi. Konsultasi hari ini, baca buku, perbaikan, dan besoknya bimbingan lagi. Selama periode 11 bulan saya benar-benar focus skripsi dan sempat berhenti sebulan karena ikut proyek penelitian dosen. Latihan menulis selama 11 bulan merupakan sebuah proses yang cukup panjang. Saya belajar dan mengikuti ritme yang diberikan oleh Prof. Rudi.

Sebelum bimbingan saya dan teman-teman selalu berdiskusi dan saling menguatkan untuk melakukan bimbingan. Banyak cerita yang telah kami lalui, serta eksperesi yang didapat selama bimbingan. Salah seorang teman saya setiap selesai bimbingan keluar dengan linangan air mata dan air mata. Teman yang lain sebelum bimbingan tangannya sudah dingin, dan eskpresi lainnya. Kalau saya selama 11 bulan tersebut pernah menangis terisak-isak 2 kali yaitu saat kelulusan sidang dan bimbingan hasil.

Bimbingan hasil penelitian ini sebenarnya memang kesalahan saya, Karena ingin cepat kelar skripsi setelah dari lapangan saya langsung menuliskan hasil penelitian tanpa konsultasi dengan beliau. Alhasil ketika membawa skripsi itu, bapak marah dan hanya melihat sekilas hasil yang telah dibuat. Saya ingat sekali hari itu, ketika air mata pertama keluar selama bimbingan memakai kemeja kuning polos serta cuaca yang mendung-mendung mendayu. Langkah kaki yang bersemangat untuk konsultasi sama beliau, eh ternyata keluar dari ruangan langsung nangis.

Saya juga ingat perkataan beliau hari itu dan ekspresinya ketika konsultasi, “apa yang bikin ini? Seperti ini skripsi yang ingin kamu hasilkan? Seharusnya setelah dari lapangan kamu langsung mendatangi saya untuk diskusi penulisan hasil. Kalau seperti ini skripsi kamu tidak ada bedanya dengan skripsi yang dahulu. Metode penelitian kamu kualitatif, jadi poin dari penelitian ini adalah bercerita secara detail hal yang kamu lihat secara objektif. Ulang lagi hasil penelitian ini.” 

Penglihatan sekilas yang langsung membuat down, tetapi yang dibilang oleh beliau semua benar. Setelah memarahi beliau mencarikan buku-buku yang sesuai dengan kepenulisan skripsi tersebut. Saya dipinjamkan buku Kehidupan 5 Keluarga Miskin di Meksiko dan Keluarga Nelayan. Seperti itu kira-kira judul bukunya. Saya membaca buku tersebut, ternyata buku tersebut disajikan seperti novel non-fiksi. Dari membaca buku tersebut dan jurnal penelitian kualitatif saya memahami kalau kekuatan skripsi saya adalah bercerita.

Seminggu kemudian saya menemui Prof. Rudi, beliau sedikit mengeluarkan pujian, “cara kamu mendeskritifkan sudah lumayan bagus. Sekarang kamu arahkan pembaca untuk mengerti poin yang ingin kamu sampaikan. Kalau seperti ini tulisannya pembaca tidak mengerti hal yang ingin kamu sampaikan.” Dari kalimat ini saya belajar bagaimana mengarahkan pembaca dan membuat pembaca menyukai tulisan dengan mengelompokkan poin-poin yang disampaikan.

Saya belajar menulis terus, setiap hari menulis, membaca jurnal-jurnal yang berkaitan dengan penelitian. Jungkir balik membuat tulisan menjadi lebih baik, jungkir balik bimbingan dengan Prof. Rudi. Saya tetap menghadapi beliau, kekerasan beliau saya jadikan cambuk untuk berusaha lebih keras. Karena saya yakin dengan kata-kata beliau awal kami bimbingan, “saya ingin kalian mampu menghasilkan sesuatu, skripsi kalian tidak hanya menjadi pajangan di perpustakaan. Tapi digunakan oleh orang banyak sebagai sumber reverensi. Hal yang paling penting itu adalah kualitas bukan kuantitas.”

Saat jenuh melihat skripsi saya mencoba menulis hal-hal sederhana yang luput dari perhatian. Saya mencoba merangkai kata-kata sendiri yang berbeda haluan dengan kepenulisan skripsi. Satu tulisan selesai, lanjut tulisan selanjutnya. Ternyata kebiasaan ini menyenangkan ada hal melegakan ketika menyelesaikan sebuah tulisan.

Ternyata tempaan keras hasil didikan beliau sangat bermanfaat bagi saya sekarang. Di pekerjaan hari ini saya berhubungan dengan tulis-menulis hasil penelitian. Saya lebih kritis dalam menghadapi sebuah realita di pekerjaan. Secara pikiran sepertinya cara berpikir Prof. Rudi te;ah menular kepada saya. Selain itu saya juga bisa menolong teman-teman untuk kepenulisan skripsi, tulisan ilmiah dan mampu mengkritik sebuah tulisan yang jelek. Dulu saya menilai semua tulisan itu bagus, orang yang bisa menulis pintar. Ternyata setelah bimbingan dengan beliau saya mulai melihat sebuah tulisan dari perspektif yang berbeda. Itu semua berkat didikan beliau selama 11 bulan.

Sejak tadi sepertinya saya bercerita tentang ke-killer-an Prof. Rudi ketika bimbingan. Padahal selain ke-killer-annya tersebut banyak sisi menyenangkan Prof. Rudi yang bisa diceritakan. Ketika kami merayakan ulang tahunnya, kami melihat sosok Prof. Rudi yang berbeda, beliau begitu menyenangkan dan kami bisa bercanda-gurau dengannya. Bahkan bapak menjanjikan untuk mengajak kami bakar-bakar ikan di rumahnya.
Bersama teman-temam satu pembimbing
Melihat sosok lain Prof. Rudi ketika kegiatan pratikum di lapangan. Semua imej kekillerannya tidak kelihatan sama sekali. Selain itu di kelas cara Prof. Rudi mengajar benar-benar luar biasa. Beliau mengarahkan pikiran kami kepada suatu kondisi, disana kami dibebaskan untuk mengeluarkan pendapat dan melihat kondisi tersebut dari berbagai sudut pandang. Ini melatih kemampuan logika kami untuk melihat dan menganalisis permasalahan. Beliau juga mendorong mahasiswanya yang ingin maju, selalu memberi support. Seperti saya ikut Program Indonesia Mengajar, beliau mendukung karena program itu bagus sebagai sarana belajar. Beliau juga antusias melihat mahasiswa-mahasiswa didiknya berprestasi. Beliau sangat menyenangi social budaya masyarakat pedesaan. Dari beliau saya belajar tentang social budaya masyarakat pedesaan dan berhasil membuat sebuah skripsi yang berhubungan dengan social masyarakat pedesaan. Sebentar lagi saya akan terjun langsung memahami social budaya masyarakat pedesaan melalui Program Indonesia Mengajar.

Selain itu cirri khas dari Prof. Rudi adalah celana jeans, jaket kulit, kemeja, serta ransel. Kalau orang yang melihat mungkin tidak menyangka bapak itu sebagai guru besar. Kostumnya tersebut tidak menggambarkan sebagai seorang guru besar di imajinasi kita. Bagi kami mahasiswa bimbingan untuk melihat kehadiran dan kepulangan Prof. Rudi di kampus, cukup mengintip ke ruangannya dan melihat jaket kulitnya. Jika jaket kulitnya masih tergantung, berarti beliau masih beredar di kampus.

Bagi saya sungguh beruntung dibimbing oleh Prof. Rudi, karena hasil bimbingannya berdampak banyak bagi saya hingga sekarang. Walaupun beliau mendidik kami keras, tapi kekerasannya itu untuk pengembangan kemampuan bertahan di dunia nyata. Saya juga berhasil mematahkan hasil deklarasi senior kalau anak bimbingan Prof. Rudi paling cepat tamat 5 tahun. Hari ini hampir setahun saya menyelesaikan kuliah dan berhasil tamat kuliah dalam kurun waktu 4 tahun. Bagi teman-teman yang seperjuangan dengan saya Chika, Dini, Endis, Lola, Cuwik, Fani, dan Ico tetap semangat meluluhkan hati Prof. Rudi. Saya tunggu di dunia nyata secepatnya. Beberapa tahun ke depan saya ingin bergabung di tim Prof. Rudi dan Ibu Vonny untuk mengabdikan diri di bidang pendidikan.

Nah ini tips untuk teman-teman seperjuangan dan junior yang bimbingan dengan Prof. Rudi :
1.    Jangan pernah mendengar sugesti yang diucapkan oleh orang tentang kekilleran Pro. Rudi, tetap songsong badai untuk bimbingan dengan beliau.
2.    Jangan perah menghilang dari beliau, selalu konsisten selama bimbingan. Jangan seperti ayam bertelur sekali bimbingan, dimarahi, 3 bulan kemudian baru menemui. Nah ini yang bikin lama tamat.
3.    Kekerasan bapak membimbing untuk kebaikan kita dan melatih mental di dunia kerja nanti. Coba saja rasakan saat berpisah dengan beliau, pasti sedih karena tidak ada yang akan membimbing lagi. Apalagi kalau di kantor bertemu dengan orang yang tidak sekeras beliau, pasti pekerjaan akan enteng saja menyelesaikannya.
4.    Rajin-rajin membaca, kembangkan pengetahuan terutama yang berkaitan dengan penelitian. Bapak senang jika ada usaha dari kita untuk menjadi lebih baik.
5.    Selalu latihan menulis, apa yang dikonsultasikan dengan beliau kerjakan dengan sebaik-baiknya.
6.    Saran yang paling penting ini sebaiknya ketika diskusi dengan beliau direkam, karena biasanya kalau hal yang disampaikannya bakal hilang setelah menutup pintu ruangannya. Kenapa bisa hilang? Karena pikiran kita udah di blok melihat ekspresi beliau.
7.    Dengarkan terus hasil rekaman itu. Ketika sudah paham langsung cari bahan bacaan kemudian mulailah menulis biar bisa konsultasi lebih lanjut.
8.    Kekonsistenan dalam menulis juga harus diperhatikan. Beliau hanya dengan melihat sekilas skripsi kita sudah mengetahui letak kesalahan skripsi.
9.    Siapkan argumen yang jelas terkait dengan skripsi. Jadi intinya sebagai penulis kita harus paham skripsi yang dibuat.
10.              Itu sedikit tipsnya menghadapi beliau, mungkin teman-teman punya tips lainnya silahkan di share saja.

RN


[1] Kalau ini ikut-ikut cara mahasiswa luar memanggil dosennya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar