September, 4th 2013
09.18
A.M
Nah ini foto keluarga bersama mama, papa, adik-adikku |
Lembaran
ini saya persembahkan khusus untuk orang tua yang telah membesarkan diriku
dengan penuh kasih sayang dan cinta. Terlalu banyak yang ingin saya tuliskan di
lembaran kertas ini. Tetapi, untaian kata ini tidak akan cukup untuk menuliskan
setiap momen yang telah saya lewati dengan kedua orang ini.
Hal
yang mendorong saya untuk menulis adalah ucapan papa beberapa tahun lalu, “sekarang Esil membeli dan membaca buku
orang lain, suatu saat karya Esil yang akan menghiasi lemari buku ini dan
orang-orang akan membeli dan membaca karyamu.” Kata-kata ini selalu saya
ingat setiap kali ke toko buku, membaca, dan menulis. Tetapi waktu itu saya
hanya mendengarkannya tanpa menulis. Papa mengatakannya ketika saya masih duduk
di bangku kuliah tingkat 2. Ketika itu saya belum berhubungan dengan dunia
kepenulisan, tetapi saya telah menjadi pelanggan setia toko buku setiap akhir
minggu.
Sebenarnya
kecintaan saya terhadap buku dan membaca dimulai dari kecil, Waktu kecil saya
sudah terbiasa mandiri untuk belajar, mencari ilmu sendiri. Ketika saya mencari
sendiri ilmu tersebut saya menemukan kumpulan buku di rumah seorang saudara
angkat. Saya melihat isi buku tersebut dan mulai membaca. Sejak saat itu saya
selalu mencari buku dan akhirnya minta dibelikan buku ke orang tua.
Orang
tua terutama mama, hati-hati membelikan buku-buku bacaan yang tidak bermanfaat.
Beliau lebih suka saya membaca buku pelajaran dan belajar. Tetapi, tidak saya
lakukan karena saya orangnya keras kepala. Saya malah pergi ke rumah saudara
angkat yang memiliki banyak buku. Hal yang lucunya ketika sudah memegang buku
saya lupa waktu, sehingga sering telat pulang ke rumah. Nah, kalau sudah begini
saya siap-siap mendapat hukuman dari mama. Mama adalah sosok yang cukup keras
dalam mendidik saya. Tetapi, saya sadar karena hukuman ini diterima karena saya
orangnya nakal, keras kepala, dan sering melanggar peraturan yang dibuat mama.
Walaupun
jarang belajar, saya selalu masuk rangking 3 besar di sekolah. Setiap hari
ketika saya membawa pulang ke rumah nilai sempurna akan dikasih hadiah tambahan
uang saku oleh mama. Uang saku ini saya tabung dan setiap minggu saya belikan
majalah bobo atau ina bekas di pasar dekat rumah. Waktu itu saya tinggal di
daerah, jadi tidak ada toko buku maupun kios majalah. Saya membeli majalah tersebut diam-diam dan membacanya diam-diam.
Saya lakukan ini karena takut majalahnya disita oleh mama sebelum dibaca.
Setelah selesai membaca baru majalah-majalah tersebut saya bawa pulang dan
disimpan di tumpukan buku-buku pelajaran.
Hal
yang paling menyenangkan ketika bepergian sama papa. Ketika ke kota kabupaten
atau melewati kota Padang, saya selalu mengajak papa singgah di toko buku atau
kios majalah terdekat. Melihat toko buku, perpustakaan dan kios majalah waktu
itu sampai sekarang bagi saya adalah sebuah dunia yang menyenangkan. Di toko
buku saya dipersilahkan memilih beberapa buku dan majalah untuk dibawa pulang
tanpa banyak pertimbangan. Selain itu apabila papa ada dinas ke kota-kota saya
selalu menitip untuk dibelikan buku. Terkadang mama juga kooperatif, mau membelikannya ketika melewati kios majalah. Walaupun
izin sama mama tidak seluwes papa untuk membaca hal-hal seperti itu.
Ketika
kelas V SD papa pindah kerja ke kabupaten lain. Awalnya saya sedih karena
kepikiran tentang buku-buku dan majalah-majalahnya. Saya berpikir disana adakah
rumah yang memiliki koleksi buku yang banyak, kios-kios majalah serta toko
buku. Tetapi, yang bikin sedihnya lagi ketika pindahan majalah saya dipinjam
oleh teman dan belum dibalikin. Padahal mereka tahu saya bakal berangkat dan
pindah dari daerah tersebut. Hingga keberangkatan teman yang meminjamkan majalah tersebut tidak
muncul.
Awalnya
masa adaptasi dengan lingkungan cukup sulit, karena perbedaan bahasa minang
yang digunakan. Teman-teman di sekolah memandang saya aneh karena bahasa yang
berbeda. Setiap pulang sekolah saya lebih sering berkelahi dengan teman-teman
(kenakalan masa kecil ternyata masih berlanjut). Puncak kemarahan dan
kesyirikan teman-teman sekolah terutama para pemegang juara kelas adalah saat
mereka tidak mampu menyelesaikan soal matematika di kelas. Padahal bagi saya
itu adalah hitungan yang gampang.
Ternyata
di sekolah baru guru belum menyampaikan materi sampai disana. Hal ini membuat
saya dongkol dan berkata ke orang tua sekolah baru tidak bagus, pelajarannya
masih kalah dengan sekolah lama, teman-temannya sama sekali tidak menyenangkan,
kompetensi disini tidak jujur, dan lain sebagainya. Ajaran di rumah sejak kecil
yang diterapkan oleh mama adalah selalu kritis ketika menemui ketidakadilan.
Jadi dari kecil saya sudah terbiasa menyuarakan hal-hal yang berbau
ketidakadilan dari mama.
Di
sekolah baru saya juga tidak mempunyai teman yang hobby membaca buku dan belum menemukan koleksi buku di rumah
orang-orang. Kemudian kesempatan itu datang, saat jadwal piket kami disuruh
membersihkan ruangan guru, disana saya melihat banyak koleksi buku-buku baru.
Mata ini langsung berbinar seperti menemukan sebuah oase di tengah kekiringan.
Akhirnya saya melobby guru agar boleh meminjam buku-buku tersebut.
Sejak
kepindahan mama sudah mulai sedikit longgar dengan kesenanganku membaca buku. Mungkin
beliau capek juga menyuruhku belajar karena sering diacuhkan. Setelah mengantongi
izin peminjaman buku, saya semakin banyak melahap buku-buku bacaan tersebut di
rumah. Lupa waktu pasti kalau sudah membaca buku. Tidak belajar sudah pasti
juga. Cuma mama tidak lagi sering marah-marah kalau mendapati diriku membaca
buku. Karena kemarahannya selalu kubantah dengan nilai-nilai yang selalu bagus
dan mendapat selalu menduduki peringkat 3 besar di sekolah. Sebenarnya masalah
peringkat ini berlaku tidak adil bagiku di sekolah, mungkin bagian ini akan
diceritakan di bagian lainnya.
Sebenarnya
tujuan mama sangat baik menyuruhku belajar, karena dia tidak ingin anaknya
kelihatan bodoh. Mama selalu membanding-bandingkanku dengan teman sekelasku
yang rumahnya berdekatan dengan saya. Mama bilang seperti ini, “lihat itu teman
kamu, pulang sekolah belajar, malam belajar, pagi belajar. Kamu mama lihat
sibuk membaca buku-buku cerita itu.” Kalau mama sudah mengoceh seperti ini
biasanya saya diam saja dan terkadang juga menjawab, “biar saja dia belajar ma,
tapi nilai sil selalu bagus dari dia. Karena faktor ketidakadilan saja
rangkingnya lebih tinggi dari sil. Esil yang tidak belajar saja mampu dapat
rangking di bawah dia *walau dalam hati sebenarnya mau menjawab nilaiku selalu
lebih tinggi dari dia*”. Kalau sudah begini mama bakal diam saja.
Saya
tidak tahu ini sebagai sebuah kutukan lagi di SMP mama jadi langganan datang ke
sekolah karena hampir setiap hari berkelahi. Teman-teman SMP lagi-lagi
memandang saya sebagai makhluk aneh karena perbedaan bahasa. Musuh saya tidak
hanya teman-teman seangkatan, tetapi juga kakak tingkat. Saya berkelahi dengan
anak laki-laki yang satu angkatan. Mama geleng-geleng kepala melihat kelakukan
ini, sedang papa kasih nasehat sambil tersenyum-senyum.
Walaupun
jadi ratunya dalam berkelahi kebiasaan membaca buku tidak pernah tinggal.
Sekarang giliran perpustakaan SMP yang jadi langganan peminjaman buku. Namanya
juga masa remaja yang penuh dengan kenakalan-kenakalan, saya sering tidak
mengembalikan buku yang dipinjam dengan alasan hilang. Padahal buku-buku
tersebut saya jadikan koleksi di rumah. Petugas perpustakaan sering marah-marah
karena kebiasaan jelek ini. Dan ujung-ujungnya saya terpaksa berbohong ke orang
tua kalau menghilangkan buku perpustakaan dan disuruh mengganti (sebenarnya ini
kenakalan yang tidak patut ditiru).
Mama
hanya mengomel menghadapi realita ini dan papa hanya bisa tersenyum. Walaupun
saya nakal, untuk pelajaran tmasih bisa bersaing dengan teman-teman. Selain itu
beberapa guru juga sayang dan menjadikan saya asistennya dalam beberapa mata
pelajaran. Tetapi, mama kadang-kadang masih sering marah-marah juga karena dia
tidak pernah melihat saya belajar. Dan lagi-lagi membandingkan dengan
teman-teman.
Berkat
kebiasaan mama dan papa mendidik untuk menjadi seorang kritis, ketika SMP saya
diberlakukan tidak adil lagi (bagian ini mungkin akan saya ceritakan di tulisan
lainnya). Saya sempat marah, tetapi papa memberi nasehat, “buktikan, suatu saat kamu bakal lebih berhasil dari mereka.” Satu
kalimat yang diberikan papa selalu kuingat, walau sekarang saya masih diberlakukan
tidak adil, tetapi saya yakin setelah ini akan berhasil dari mereka.
SMP
merupakan masa-masa segar bagi kehidupan remaja, uang saku bertambah dan itu
berarti saya bisa menabung untuk membeli majalah baru. Sekarang bacaan saya
tidak Majalah Bobo dan Ino lagi, tetapi sudah pindah ke Majalah Aneka Yess!
Tabloid Gaul dan Keren Beken, serta buku bacaan sudah meningkat kadar bahasanya
seperti Tom Sawyer, Roman Siti Nurbaya, dan lainnya. Selain itu majalah-majalah
tersebut saya dapatkan baru, tidak bekas seperti jaman SD.
Mama
telah melonggarkan aturannya, setiap kamis dia bersedia membelikan Majalah
Aneka Yess! hasil tabungan uang saku seminggu dan tambahan dari mama. Saya
mengetahui dunia remaja dari majalah tersebut, namun realita yang dihadapi
orang tua melarang pacaran hingga SMP. Karena masih ingat larangan tersebut,
sampai umur 23 tahun ini saya masih mematuhi larangan mama dan papa. Padahal
larangan tersebut telah dicabut saat masuk SMA.
Memasuki
dunia SMA, hidup saya penuh warna-warni. Mengenal namanya cinta pertama dan
ironisnya sampai sekarang setelah 7 tahun saya masih mencintai cinta pertama
tersebut. Mungkin karena ini salah satu saya tidak pacaran sampai sekarang ya.
Saya bertemu dengan teman-teman baru dari daerah yang berbeda dan menemukan
teman-teman yang memiliki hobby yang
sama membaca buku. Kami saling bertukar informasi mengenai buku bacaan yang
bagus dan yang lebih menyenangkan dia mempunyai banyak koleksi buku.
Di
SMA saya berhasil membuktikan perkataan papa bahwa saya bisa berhasil dari
teman-teman waktu di SMP. Hal ini dibuktikan saya mengikuti olimpiade sains
hingga tingkat provinsi dan atas prestasi ini saya mendapatkan beasiswa
prestasi di SMA, mendapat hadiah uang tunai. Uang-uang ini selalu saya simpan
ke mama sebagai bentuk tabungan.
Hal
kecil yang selalu dibiasakan oleh orang tua sejak kecil adalah jika
menginginkan sesuatu berusahalah mendapatkannya. Sejak kecil saya sudah biasa
menabung uang untuk membeli buku-buku atau majalah. Di SMA uang yang saya
peroleh dari beasiswa dan hadiah olimpiade saya gunakan untuk membeli hp dan
buku bacaan. Waktu kelas 2 SMA saya membeli HP Nokia 3230, waktu itu hp ini
keluaran terbaru yang harga belinya Rp.2.000.000,00. Ada kesenangan tersendiri
ketika mampu membeli barang mahal dari duit tabungan.
Ketika
SMA saya pernah jatuh dari motor, waktu itu masih duduk di bangku kelas 2 SMA.
Awalnya saya tidak merasakan keanehan, setelah itu saya sering pusing kepala
dan setelah itu langsung pingsan. Kondisi ini saya alami selama SMA hingga
tamat SMA. Saya kasihan lihat mama dan papa yang sering menangis diam-diam
melihat kondisi ini dan terus berusaha mencari tempat berobat.
Hingga
akhirnya atas saran seorang teman mama, saya berobat ke kota provinsi. Setiap
minggu saya bolak-balik kesana kadang seminggu 2 kali saya pergi kesana untuk
konsultasi kepala. Saya sangat gembira karena kesempatan untuk membeli buku di
toko buku idaman semakin dekat. Saya selalu pergi berobat dengan mama. Masih
ingat dengan mama yang sedikit keras kalau masalah bahan bacaan? Nah disini
berbagai cara saya lakukan untuk membujuk dia untuk singgah di toko buku
sebelum pulang. Saya berhasil membujuk mama dengan mengatakan, “buku ini untuk
olimpiade astronomi ma. Sekarang bahan bacaan esil sedikit sekali.” Akhirnya
mama bersedia membelikan buku untuk bahan bacaan astronomi, selain mendapatkan
itu saya harus pintar melobby mama untuk memperoleh buku idaman. Buku pertama
yang saya beli di toko tersebut yaitu The Da Vinci Code karya Dan Brown. Bagi
siswa SMA buku itu lumayan berat bahasan dan bahasanya, tetapi saya berhasil
bilang ke mama, “buku ini berguna ma, walau seperti novel di bagian dalamnya
banyak membahas tentang ilmu pengetahuan.” Mama sepertinya curiga ini adalah
novel, dia tetap mengiyakan dengan syarat ini buku kamu beli pakai uang
tabunganmu sendiri. Yes, akhirnya saya mendapatkan buku tersebut.
Memasuki
jenjang kuliah saya pindah ke kota provinsi dan diberi uang jajan bulanan.
Setiap bulan saya selalu menyisihkan uang jajan untuk membeli sebuah buku. Jika
papa ada kerja ke kota provinsi saya selalu mendapat uang saku tambahan dan
uang saku tersebut langsung saya bawa ke toko buku untuk membeli buku baru.
Uang yang saya punya lebih banyak saya habiskan untuk membeli buku-buku dan
makanan. Walaupun saya membeli buku dan membacanya saya tidak pernah mencoba
untuk menulis.
Kenapa?
Karena saya masih berpikir belum waktunya untuk menulis. Hingga papa muncul
dengan kegagahannya mengatakan bahwa suatu saat saya akan mampu menuliskan
sebuah kisah.
Di
tahun akhir saya harus menulis skrispi. Keharusan ini membuat saya belajar
menulis dan membaca berbagai macam bacaan (bagian tahun akhir kuliah ini, akan
muncul di tokoh selanjutnya). Sekarang saya sudah bekerja dan menulis adalah
keharusan bagi saya terkait dengan pekerjaan sebagai seorang peneliti. Saya
menulis laporan, menulis aspek social budaya, menulis kejadian-kejadian hidup.
Walaupun tulisan tersebut masih sederhana dan sedikit orang yang membacanya,
tetapi ada kepuasan sendiri saat mampu menyelesaikan tulisan. Terima kasih mama
dan papa yang mempercayakan kemampuan bahwa saya bisa menulis.
RN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar