Translate

Kamis, 05 September 2013

Mama, Papa, dan Awal Ingin Menuliskan Suatu Kisah



September, 4th 2013
09.18 A.M
Nah ini foto keluarga bersama mama, papa, adik-adikku
Lembaran ini saya persembahkan khusus untuk orang tua yang telah membesarkan diriku dengan penuh kasih sayang dan cinta. Terlalu banyak yang ingin saya tuliskan di lembaran kertas ini. Tetapi, untaian kata ini tidak akan cukup untuk menuliskan setiap momen yang telah saya lewati dengan kedua orang ini. 

Hal yang mendorong saya untuk menulis adalah ucapan papa beberapa tahun lalu, “sekarang Esil membeli dan membaca buku orang lain, suatu saat karya Esil yang akan menghiasi lemari buku ini dan orang-orang akan membeli dan membaca karyamu.” Kata-kata ini selalu saya ingat setiap kali ke toko buku, membaca, dan menulis. Tetapi waktu itu saya hanya mendengarkannya tanpa menulis. Papa mengatakannya ketika saya masih duduk di bangku kuliah tingkat 2. Ketika itu saya belum berhubungan dengan dunia kepenulisan, tetapi saya telah menjadi pelanggan setia toko buku setiap akhir minggu.

Sebenarnya kecintaan saya terhadap buku dan membaca dimulai dari kecil, Waktu kecil saya sudah terbiasa mandiri untuk belajar, mencari ilmu sendiri. Ketika saya mencari sendiri ilmu tersebut saya menemukan kumpulan buku di rumah seorang saudara angkat. Saya melihat isi buku tersebut dan mulai membaca. Sejak saat itu saya selalu mencari buku dan akhirnya minta dibelikan buku ke orang tua. 

Orang tua terutama mama, hati-hati membelikan buku-buku bacaan yang tidak bermanfaat. Beliau lebih suka saya membaca buku pelajaran dan belajar. Tetapi, tidak saya lakukan karena saya orangnya keras kepala. Saya malah pergi ke rumah saudara angkat yang memiliki banyak buku. Hal yang lucunya ketika sudah memegang buku saya lupa waktu, sehingga sering telat pulang ke rumah. Nah, kalau sudah begini saya siap-siap mendapat hukuman dari mama. Mama adalah sosok yang cukup keras dalam mendidik saya. Tetapi, saya sadar karena hukuman ini diterima karena saya orangnya nakal, keras kepala, dan sering melanggar peraturan yang dibuat mama.

Walaupun jarang belajar, saya selalu masuk rangking 3 besar di sekolah. Setiap hari ketika saya membawa pulang ke rumah nilai sempurna akan dikasih hadiah tambahan uang saku oleh mama. Uang saku ini saya tabung dan setiap minggu saya belikan majalah bobo atau ina bekas di pasar dekat rumah. Waktu itu saya tinggal di daerah, jadi tidak ada toko buku maupun kios majalah. Saya membeli majalah  tersebut diam-diam dan membacanya diam-diam. Saya lakukan ini karena takut majalahnya disita oleh mama sebelum dibaca. Setelah selesai membaca baru majalah-majalah tersebut saya bawa pulang dan disimpan di tumpukan buku-buku pelajaran.

Hal yang paling menyenangkan ketika bepergian sama papa. Ketika ke kota kabupaten atau melewati kota Padang, saya selalu mengajak papa singgah di toko buku atau kios majalah terdekat. Melihat toko buku, perpustakaan dan kios majalah waktu itu sampai sekarang bagi saya adalah sebuah dunia yang menyenangkan. Di toko buku saya dipersilahkan memilih beberapa buku dan majalah untuk dibawa pulang tanpa banyak pertimbangan. Selain itu apabila papa ada dinas ke kota-kota saya selalu menitip untuk dibelikan buku. Terkadang mama juga kooperatif, mau membelikannya ketika melewati kios majalah. Walaupun izin sama mama tidak seluwes papa untuk membaca hal-hal seperti itu.

Ketika kelas V SD papa pindah kerja ke kabupaten lain. Awalnya saya sedih karena kepikiran tentang buku-buku dan majalah-majalahnya. Saya berpikir disana adakah rumah yang memiliki koleksi buku yang banyak, kios-kios majalah serta toko buku. Tetapi, yang bikin sedihnya lagi ketika pindahan majalah saya dipinjam oleh teman dan belum dibalikin. Padahal mereka tahu saya bakal berangkat dan pindah dari daerah tersebut. Hingga keberangkatan  teman yang meminjamkan majalah tersebut tidak muncul.

Awalnya masa adaptasi dengan lingkungan cukup sulit, karena perbedaan bahasa minang yang digunakan. Teman-teman di sekolah memandang saya aneh karena bahasa yang berbeda. Setiap pulang sekolah saya lebih sering berkelahi dengan teman-teman (kenakalan masa kecil ternyata masih berlanjut). Puncak kemarahan dan kesyirikan teman-teman sekolah terutama para pemegang juara kelas adalah saat mereka tidak mampu menyelesaikan soal matematika di kelas. Padahal bagi saya itu adalah hitungan yang gampang.
Ternyata di sekolah baru guru belum menyampaikan materi sampai disana. Hal ini membuat saya dongkol dan berkata ke orang tua sekolah baru tidak bagus, pelajarannya masih kalah dengan sekolah lama, teman-temannya sama sekali tidak menyenangkan, kompetensi disini tidak jujur, dan lain sebagainya. Ajaran di rumah sejak kecil yang diterapkan oleh mama adalah selalu kritis ketika menemui ketidakadilan. Jadi dari kecil saya sudah terbiasa menyuarakan hal-hal yang berbau ketidakadilan dari mama.

Di sekolah baru saya juga tidak mempunyai teman yang hobby membaca buku dan belum menemukan koleksi buku di rumah orang-orang. Kemudian kesempatan itu datang, saat jadwal piket kami disuruh membersihkan ruangan guru, disana saya melihat banyak koleksi buku-buku baru. Mata ini langsung berbinar seperti menemukan sebuah oase di tengah kekiringan. Akhirnya saya melobby guru agar boleh meminjam buku-buku tersebut.

Sejak kepindahan mama sudah mulai sedikit longgar dengan kesenanganku membaca buku. Mungkin beliau capek juga menyuruhku belajar karena sering diacuhkan. Setelah mengantongi izin peminjaman buku, saya semakin banyak melahap buku-buku bacaan tersebut di rumah. Lupa waktu pasti kalau sudah membaca buku. Tidak belajar sudah pasti juga. Cuma mama tidak lagi sering marah-marah kalau mendapati diriku membaca buku. Karena kemarahannya selalu kubantah dengan nilai-nilai yang selalu bagus dan mendapat selalu menduduki peringkat 3 besar di sekolah. Sebenarnya masalah peringkat ini berlaku tidak adil bagiku di sekolah, mungkin bagian ini akan diceritakan di bagian lainnya.

Sebenarnya tujuan mama sangat baik menyuruhku belajar, karena dia tidak ingin anaknya kelihatan bodoh. Mama selalu membanding-bandingkanku dengan teman sekelasku yang rumahnya berdekatan dengan saya. Mama bilang seperti ini, “lihat itu teman kamu, pulang sekolah belajar, malam belajar, pagi belajar. Kamu mama lihat sibuk membaca buku-buku cerita itu.” Kalau mama sudah mengoceh seperti ini biasanya saya diam saja dan terkadang juga menjawab, “biar saja dia belajar ma, tapi nilai sil selalu bagus dari dia. Karena faktor ketidakadilan saja rangkingnya lebih tinggi dari sil. Esil yang tidak belajar saja mampu dapat rangking di bawah dia *walau dalam hati sebenarnya mau menjawab nilaiku selalu lebih tinggi dari dia*”. Kalau sudah begini mama bakal diam saja.

Saya tidak tahu ini sebagai sebuah kutukan lagi di SMP mama jadi langganan datang ke sekolah karena hampir setiap hari berkelahi. Teman-teman SMP lagi-lagi memandang saya sebagai makhluk aneh karena perbedaan bahasa. Musuh saya tidak hanya teman-teman seangkatan, tetapi juga kakak tingkat. Saya berkelahi dengan anak laki-laki yang satu angkatan. Mama geleng-geleng kepala melihat kelakukan ini, sedang papa kasih nasehat sambil tersenyum-senyum.

Walaupun jadi ratunya dalam berkelahi kebiasaan membaca buku tidak pernah tinggal. Sekarang giliran perpustakaan SMP yang jadi langganan peminjaman buku. Namanya juga masa remaja yang penuh dengan kenakalan-kenakalan, saya sering tidak mengembalikan buku yang dipinjam dengan alasan hilang. Padahal buku-buku tersebut saya jadikan koleksi di rumah. Petugas perpustakaan sering marah-marah karena kebiasaan jelek ini. Dan ujung-ujungnya saya terpaksa berbohong ke orang tua kalau menghilangkan buku perpustakaan dan disuruh mengganti (sebenarnya ini kenakalan yang tidak patut ditiru).

Mama hanya mengomel menghadapi realita ini dan papa hanya bisa tersenyum. Walaupun saya nakal, untuk pelajaran tmasih bisa bersaing dengan teman-teman. Selain itu beberapa guru juga sayang dan menjadikan saya asistennya dalam beberapa mata pelajaran. Tetapi, mama kadang-kadang masih sering marah-marah juga karena dia tidak pernah melihat saya belajar. Dan lagi-lagi membandingkan dengan teman-teman.

Berkat kebiasaan mama dan papa mendidik untuk menjadi seorang kritis, ketika SMP saya diberlakukan tidak adil lagi (bagian ini mungkin akan saya ceritakan di tulisan lainnya). Saya sempat marah, tetapi papa memberi nasehat, “buktikan, suatu saat kamu bakal lebih berhasil dari mereka.” Satu kalimat yang diberikan papa selalu kuingat, walau sekarang saya masih diberlakukan tidak adil, tetapi saya yakin setelah ini akan berhasil dari mereka.

SMP merupakan masa-masa segar bagi kehidupan remaja, uang saku bertambah dan itu berarti saya bisa menabung untuk membeli majalah baru. Sekarang bacaan saya tidak Majalah Bobo dan Ino lagi, tetapi sudah pindah ke Majalah Aneka Yess! Tabloid Gaul dan Keren Beken, serta buku bacaan sudah meningkat kadar bahasanya seperti Tom Sawyer, Roman Siti Nurbaya, dan lainnya. Selain itu majalah-majalah tersebut saya dapatkan baru, tidak bekas seperti jaman SD.

Mama telah melonggarkan aturannya, setiap kamis dia bersedia membelikan Majalah Aneka Yess! hasil tabungan uang saku seminggu dan tambahan dari mama. Saya mengetahui dunia remaja dari majalah tersebut, namun realita yang dihadapi orang tua melarang pacaran hingga SMP. Karena masih ingat larangan tersebut, sampai umur 23 tahun ini saya masih mematuhi larangan mama dan papa. Padahal larangan tersebut telah dicabut saat masuk SMA.

Memasuki dunia SMA, hidup saya penuh warna-warni. Mengenal namanya cinta pertama dan ironisnya sampai sekarang setelah 7 tahun saya masih mencintai cinta pertama tersebut. Mungkin karena ini salah satu saya tidak pacaran sampai sekarang ya. Saya bertemu dengan teman-teman baru dari daerah yang berbeda dan menemukan teman-teman yang memiliki hobby yang sama membaca buku. Kami saling bertukar informasi mengenai buku bacaan yang bagus dan yang lebih menyenangkan dia mempunyai banyak koleksi buku. 

Di SMA saya berhasil membuktikan perkataan papa bahwa saya bisa berhasil dari teman-teman waktu di SMP. Hal ini dibuktikan saya mengikuti olimpiade sains hingga tingkat provinsi dan atas prestasi ini saya mendapatkan beasiswa prestasi di SMA, mendapat hadiah uang tunai. Uang-uang ini selalu saya simpan ke mama sebagai bentuk tabungan.

Hal kecil yang selalu dibiasakan oleh orang tua sejak kecil adalah jika menginginkan sesuatu berusahalah mendapatkannya. Sejak kecil saya sudah biasa menabung uang untuk membeli buku-buku atau majalah. Di SMA uang yang saya peroleh dari beasiswa dan hadiah olimpiade saya gunakan untuk membeli hp dan buku bacaan. Waktu kelas 2 SMA saya membeli HP Nokia 3230, waktu itu hp ini keluaran terbaru yang harga belinya Rp.2.000.000,00. Ada kesenangan tersendiri ketika mampu membeli barang mahal dari duit tabungan.

Ketika SMA saya pernah jatuh dari motor, waktu itu masih duduk di bangku kelas 2 SMA. Awalnya saya tidak merasakan keanehan, setelah itu saya sering pusing kepala dan setelah itu langsung pingsan. Kondisi ini saya alami selama SMA hingga tamat SMA. Saya kasihan lihat mama dan papa yang sering menangis diam-diam melihat kondisi ini dan terus berusaha mencari tempat berobat.

Hingga akhirnya atas saran seorang teman mama, saya berobat ke kota provinsi. Setiap minggu saya bolak-balik kesana kadang seminggu 2 kali saya pergi kesana untuk konsultasi kepala. Saya sangat gembira karena kesempatan untuk membeli buku di toko buku idaman semakin dekat. Saya selalu pergi berobat dengan mama. Masih ingat dengan mama yang sedikit keras kalau masalah bahan bacaan? Nah disini berbagai cara saya lakukan untuk membujuk dia untuk singgah di toko buku sebelum pulang. Saya berhasil membujuk mama dengan mengatakan, “buku ini untuk olimpiade astronomi ma. Sekarang bahan bacaan esil sedikit sekali.” Akhirnya mama bersedia membelikan buku untuk bahan bacaan astronomi, selain mendapatkan itu saya harus pintar melobby mama untuk memperoleh buku idaman. Buku pertama yang saya beli di toko tersebut yaitu The Da Vinci Code karya Dan Brown. Bagi siswa SMA buku itu lumayan berat bahasan dan bahasanya, tetapi saya berhasil bilang ke mama, “buku ini berguna ma, walau seperti novel di bagian dalamnya banyak membahas tentang ilmu pengetahuan.” Mama sepertinya curiga ini adalah novel, dia tetap mengiyakan dengan syarat ini buku kamu beli pakai uang tabunganmu sendiri. Yes, akhirnya saya mendapatkan buku tersebut.

Memasuki jenjang kuliah saya pindah ke kota provinsi dan diberi uang jajan bulanan. Setiap bulan saya selalu menyisihkan uang jajan untuk membeli sebuah buku. Jika papa ada kerja ke kota provinsi saya selalu mendapat uang saku tambahan dan uang saku tersebut langsung saya bawa ke toko buku untuk membeli buku baru. Uang yang saya punya lebih banyak saya habiskan untuk membeli buku-buku dan makanan. Walaupun saya membeli buku dan membacanya saya tidak pernah mencoba untuk menulis.

Kenapa? Karena saya masih berpikir belum waktunya untuk menulis. Hingga papa muncul dengan kegagahannya mengatakan bahwa suatu saat saya akan mampu menuliskan sebuah kisah.

Di tahun akhir saya harus menulis skrispi. Keharusan ini membuat saya belajar menulis dan membaca berbagai macam bacaan (bagian tahun akhir kuliah ini, akan muncul di tokoh selanjutnya). Sekarang saya sudah bekerja dan menulis adalah keharusan bagi saya terkait dengan pekerjaan sebagai seorang peneliti. Saya menulis laporan, menulis aspek social budaya, menulis kejadian-kejadian hidup. Walaupun tulisan tersebut masih sederhana dan sedikit orang yang membacanya, tetapi ada kepuasan sendiri saat mampu menyelesaikan tulisan. Terima kasih mama dan papa yang mempercayakan kemampuan bahwa saya bisa menulis.
                                                                                                                        RN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar