September, 5th 2013
11.21
AM
Bersama Tante, Om, dan Pengajar Muda |
Awal
perkenalan saya dengan mereka melalui teman-teman Pengajar Muda V Program
Indonesia Mengajar. Ketika salah satu teman Pengajar Muda berkunjung ke
Pekanbaru kami janjian untuk bertemu. Saya bertanya ke mereka, “kalian menginap
dimana disini?” Mereka bilang menginap di rumah tantenya. Kemudian oleh Rakhma
salah satu Pengajar Muda mengajak saya untuk menginap di rumah tante tersebut.
Ketika itu saya belum mengetahui rumahnya.
Besoknya
saya janjian dengan Stanly salah satu Pengajar Muda juga, saya telah mengetahui
alamat rumahnya. Pertama kali berkunjung ke rumah tante dan om hari telah
menunjukkan pukul 22.00 WIB. Menurut adat istiadat yang saya anut, waktu
berkunjung pada jam tersebut tidaklah sopan. Dilema antara ingin melanjutkan
perjalanan ke rumahnya atau balik ke kontrakan. Akhirnya saya tetap melanjutkan
kunjungan ke rumah tante tersebut.
Malamnya
saya tidak terlalu banyak berbicara dengan tante. Kesan pertama yang saya lihat
adalah beliau seorang yang terbuka. Buktinya beliau mengajak saya menginap di
rumahnya dan bercerita sebentar. Malam itu saya belum berkenalan dengan Om Syaf
suaminya tante. Awalnya saya sedikit sungkan, tapi kesungkanan itu ditepis
dengan mendengarkan obrolan tante dan teman-teman Pengajar Muda.
Besok
pagi, ketika matahari masih malu-malu menampakkan wajahnya rumah tersebut sudah
rame oleh suara-suara. Ternyata di rumah anak-anak kecil beberapa anak murid Pengajar
Muda yang sedang berkumpul. Di lain waktu baru saya mengetahui ternyata tante
dan om menjadi orang tua asuh bagi beberapa anak dari Bengkalis penempatan
pengajar muda dan menyekolahkannya di Pekanbaru.
Suasana di Rumah Tante dan Om |
Pagi
itu saya berkenalan dengan anggota keluarga tersebut. Berkenalan dengan Om
Syaf, anak-anak kecil di rumahnya Rio, Salwa[1],
Kiki, Fadli, dan lainnya. Di pagi itu saya merasa berada di rumah sendiri,
karena suasana di rumah saya juga ramai dengan anak-anak. Di rumah itu saya
melihat keceriaan yang selalu memenuhi setiap sudut rumah.
Kondisi
ini seperti de javu, ketika menuliskan
cerita ini saya terbayang dengan suasana rumah Ibu Vonny[2].
Di rumah ini juga ada rak buku yang berisikan jejeran buku-buku. Awal
melangkahkan kaki ke rumah ini, pandangan saya langsung tertuju ke rak
tersebut. Saya berasumsi bahwa orang yang tinggal di rumah ini adalah seorang
yang open minded. Hal ini telah saya
buktikan, bahwa rumah yang dipenuhi dengan buku-buku menunjukkan ke open minded dan tingkat intelegensi yang
tinggi.
Rumah
itu membuktikan asumsi yang kuberikan. Ketika kami berkumpul di ruangan rumah
tersebut, om dan tante bercerita tentang kehidupan. Awalnya percakapan standar
bertanya tentang pekerjaan saya. Kemudian percakapan beralih ke pembahasan yang
sedikit berat yaitu motivasi. Om membahas tentang cinta. Kenapa cinta? Om
memberikan penjabaran-penjabaran beserta contoh yang bisa kami terapkan dalam
lingkungan bermasyarakat.
Topic
mengenai cinta ini juga dilihatkan oleh om secara nyata kepada kami melalui
tatapan mata penuh cinta dan interaksi ringannya dengan tante. Cinta dijelaskan
sebagai sebuah bahasa dan kondisi yang universal. Setiap aspek kehidupan
semuanya berazazkan cinta. Jika bekerja lakukan dengan cinta, hasilnya nanti
kita tidak akan mengutuk pekerjaan tersebut. Bekerja akan lebih menyenangkan
kalau dilakukan dengan cinta.
Cinta
itu begitu indah. Setiap orang merasakan cinta. Kehidupan diwarnai dengan
cinta. Jika membahas tentang cinta tidak akan pernah selesai karena setiap
orang mempunyai pemahaman tentang cinta. Jangan pernah membenci cinta, karena
dengan cinta bisa melakukan suatu perubahan.
Menanggapi
pembahasan tentang cinta, saya langsung menceritakan kondisi di pekerjaan,
“petani yang sasaran program kegiatan di pekerjaan, setiap pelatihan mereka
menanyakan tentang uang saku. Lama-lama saya sering kesal sendiri om dan kadang
tidak menghiraukan pertanyaan mereka.”
Om
Syaf menanggapi, “sesuai yang telah kita bicarakan tentang cinta, berarti Esil
belum mencintai pekerjaan, belum mencintai petani tersebut. Coba belajar
mencitainya dan lakukan dengan sepenuh hati, nanti pekerjaan itu bakal
menyenangkan.”
Kemudian
Stanly menyambung percakapan tersebut, “di desa sekarang, saya setiap pulang
sekolah singgah ke rumah salah satu warga. Kadang kalau sedang lapar saya
langsung makan di rumah itu saja. Keluarga tersebut tidak menganggap saya
sebagai orang asing lagi.”
“Nah,
itu yang harus dipertahankan Stanly. Hidup bermasyarakat itu susah, berarti
kamu sudah berhasil menarik simpati penduduk. Kamu sudah dicintai oleh
masyarakat. Untuk mencintai dan dicintai itu tidak susah. Hal-hal sederhana
yang dilakukan dan berdampak positif bagi kelompok kecil adalah cara untuk
dicintai.”
Topic
cinta mengawali perkenalan saya dengan keluarga tersebut. Tante dan om tidak
menganggap saya orang asing, mereka tanpa sungkan membuka pintu rumahnya
lebar-lebar untuk kami. Setelah kunjungan itu saya kecanduan mendatangi rumah
tersebut. Disana saya mendengarkan cerita dan pengalaman-pengalaman tante serta
om.
Tante
seseorang yang mampu bercerita dengan baik. Beliau menceritakan tentang kisah
kecil anak-anaknya. Bagian paling menarik kisah masa kecil itu, ketika tante
menceritakan cara beliau mendidik anak-anaknya. Anak-anaknya diberi kebebasan
untuk mengeeksplorasi cara belajar. Salah satu caranya adalah dengan mencoret
dinding rumah. Tante dan om membiarkan anak-anak belajar membaca, menghitung,
dengan mencoret dinding rumahnya. Mereka sama sekali tidak melarang kelakukan
anak-anaknya. Karena bagi mereka itu adalah lukisan nyata yang lebih mahal dari
lukisan para pelukis terkenal. Coretan dinding itu sebagai saksi masa kecil
anak-anaknya dalam belajar. Tante menceritakan tersebut sambil membayangkan
masa lalu, matanya menerawang dan tersenyum bahagia saat menceritakan hal-hal
tersebut. Beliau melanjutkan ceritanya, “tapi, sayang sekali sekarang rumah itu
telah dikontrakkan. Orang yang mengontrak rumah telah mencat ulang dinding
rumah itu. Sedih juga membayangkan hasil karya anak-anak di masa kecilnya telah
tertutup oleh cat baru.”
Pelajaran
yang bisa saya ambil dari sana yaitu cara mendidik anak-anak. Sekarang yang
kita lihat, jika anak belajar membawa, berhitung, atau menggambar menggunakan
dinding rumah sebagai media akan dimarahi oleh orang tuanya. Orang tua takut
dinding rumahnya jelek kalau sudah dicoret. Selain itu metode orang tua
mengajarkan anaknya masih metode konservatif. Seperti belajar itu adalah
menghapal, belajar membaca a-i-u-e-o serta ejaan yang lain melalui buku ajar.
Kalau anak tidak mau belajar dan belum hapal, ikat pinggang tersedia disamping.
Kalau tidak ikat pinggang diancam dengan hukuman tidak dikasih uang jajan, atau
dicubit. Kasihan anak-anak menjadi tertekan belajarnya. Padahal anak-anak ingin
metode belajar yang disenanginya, tetapi orang tua tidak mengerti.
Kembali
ke kisah Tante Yul dan Om Syaf. Analogi di atas untuk menggambarkan kondisi
yang saya lihat kebanyakan hari ini. Ketika bertemu dengan Tante Yul dan Om
Syaf, saya menemui perbedaan cara mereka mendidik anak-anak dengan orang lain.
Walaupun saya tidak melihat langsung cara mereka memberikan pendidikan, tetapi
cerita serta foto yang saya lihat telah menjelaskan semuanya. Selain itu, saya
bisa melihat cara mereka mendidik anak asuhnya.
Tante
dan om mempunyai beberapa orang anak asuh dari Bengkalis. Mereka menyekolahkan
anak-anak yang memiliki prestasi di Pekanbaru. Salah satunya adalah Fadli. Saya
belum mengetahui keistimewaannya. Ketika kunjungan berikutnya, Rio menunjukkan
sebuah lukisan yang indah. Saya lalu menanyakan ke tante dan Rio, “siapa yang
membikin lukisan ini?” Rio menjawab, “Fadli yang bikin.”, tante menyambung
jawaban Rio, “tadi Fadli bentar saja melukis itu.”
Besoknya
saya, Rio, dan Fadli melukis bersama-sama. Kami diberi kebebasan akses untuk
melakukan hal-hal yang positif. Tante dan om tidak peduli rumahnya berantakan
yang penting kami mau melakukan hal-hal positif. Setelah melukis dan hasilnya
jadi, ternyata gambar saya yang paling jelek. Tetapi tante dan om tetap memuji,
“bagus ko’,” Bagi saya itu sebagai sebuah apresiasi. Karena salah satu cara
mendidik yang baik adalah berikan apresiasi kepada anak-anak. Jangan pernah
membuat anak-anak down. Hal itu yang
dilakukan oleh tante dan om. Ini salah satu catat tante dan om mendidik
anak-anak.
Hasil lukisan yang kami bikin |
Hal
seperti itu mulai saya lakukan ketika mengajarkan keponakan. Saya membebaskan
mereka belajar dengan cara yang disukainya. Karena saya yakin mereka lebih
menyenangi belajar dengan cara yang disukainya. Selain itu setiap hal yang
dikerjakan selalu saya puji, kemudian ditambahkan besok kalau bisa lebih bagus
dari ini. Hal ini mendorong keponakan untuk mengerjakannya lebih bagus dan
tidak tertekan.
Kembali
ke perlombaan lukis antara saya, Rio, dan Fadli. Setelah menyelesaikan lukisan
kami diberi ruang oleh om untuk menyimpan hasil lukisan. Disana saya melihat om
seorang guru yang ulung, walaupun beliau tidak berlatar pendidikan seorang
guru. Beliau adalah seorang perencana, sehingga saat member ruang untuk
menyimpan lukisan beliau menunjukkan ke Fadli gambar-gambar design-nya sebagai
seorang arsitek. Dari matanya saya melihat beliau mendukung Fadli untuk mampu
seperti dia sebagai seorang arsitek di masa yang akan datang.
Cara-cara
seperti itu membuat saya kagum. Mereka memotivasi kami, mengajar sambil
memberikan contoh. Hal ini selalu saya dapatkan ketika berkunjung ke rumah
mereka. Bagi saya mereka adalah orang tua di kota ini. Mereka mendorong saya
untuk selalu menulis. Bagi mereka setiap detik adalah moment jadi jangan lupa
diabadikan melalui foto maupun tulisan. Mereka member saya motivasi untuk
mengumpulkan bola salju dalam menulis, hingga suatu hari bola salju itu berkumpul
dan mampu menghasilkan sebuah karya. Mereka memotivasi saya untuk membiasakan
diri menulis. Benar apa adanya, mendengar kisah mereka ingin saya menuliskan
satu persatu. Kisah-kisah lainnya tentang mereka akan muncul di tulisan
lainnya. Masih banyak yang perlu diceritakan tentang rumah itu. Banyak
pelajaran yang diperoleh ketika mengunjungi rumah tersebut.
Ini
adalah cerita awal tentang rumah itu. Untuk mendapatkan cerita awal ini saya
sangat berterima kasih kepada teman-teman Pengajar Muda V yang telah
mengenalkan saya kepada om dan tante.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar