Translate

Kamis, 03 April 2014

Keberanian Itu Merupakan Kesempatan



March, 6th 2014
06.24 AM
Salah satu murid sedang melukiskan karyanya di depan teman-temannya
Ini bukanlah sebuah cerita mengenai belajar kreatif yang saya terapkan di kelas, tetapi ini adalah sebuah cerita tentang mengasah keberanian murid.
Saya adalah guru bantu di SDN 032 Tanah Grogot. Di sekolah ini saya mengajar matematika kelas 1, 2, 3, dan 5 serta Bahasa Indonesia untuk kelas 6. Selain mengajar di kelas, saya juga memberikan les untuk semua murid yang ada di sekolah tersebut.
Saya bertekad selama mengajar di sekolah ini ada beberapa perubahan pada murid-murid saya. Perubahan besar yang ingin saya lihat di murid-murid adalah memupuk rasa berani untuk berbicara di depan kelas. Salah satu cara yang telah saya terapkan di kelas 5 yaitu memberikan kesempatan kepada anak-anak tersebut maju ke depan sebelum pelajaran dimulai selama 10 menit. Di depan kelas mereka diharapkan mampu menampilkan hal-hal yang disukainya sepertinya berbicara, bernyanyi, berpantun, story telling, menggambar, dan lain sebagainya.
Anak-anak yang tampil ditentukan oleh nomor lot yang telah kami buat di kelas bersama-sama. Sehingga, semua anak mendapatkan peluang yang sama ketika diambil lot-lot tersebut. Mereka tidak bisa menolak, ketika namanya mendapat urutan yang pertama. Sebelum kita membahas tentang memupuk keberanian ini lebih lanjut, ada hal menarik yang bisa dipelajari dengan peluang mengambil lot nama anak-anak dengan penentuan tampil secara hompipa yaitu berupa kepasrahan.
Anak-anak harus siap dan pasrah jika setiap lot diambil atau hompipa dimulai karena peluang mereka untuk mendapat kesempatan adalah sama. Ekspektasi mereka juga sama yaitu sama-sama nol. Cara ini sangat menarik untuk dilakukan karena wajah-wajah cemas anak-anak ketika menarik lot atau bermain hompipa adalah wajah-wajah yang penuh dengan kepasrahan. Ketika namanya tercabut, ekpresi wajahnya langsung berkomentar “aihss dapat urutan pertama” dan sebagian besar lainnya akan mengatakan “yes”.

Setelah semua lot tercabut, terlihat urutan anak-anak tampil di depan kelas. Awalnya anak-anak di kelas 5 protes tidak mau melakukan kegiatan tersebut. Gurunya akhirnya melakukan pendekatan melalui cerita orang-orang yang sukses karena keberaniannya. Awalnya anak-anak yang mendapat giliran pertama masih malu-malu untuk berbicara di depan kelas, tetapi setelah diberikan penghargaan oleh teman-temannya berupa semangat akhirnya anak-anak tersebut mulai berani untuk tampil di depan kelas.
Beberapa perubahan yang telah terjadi kelas 5 tersebut yaitu mereka yang biasanya tidak berani berbicara di depan kelas, sekarang menjadi lebih berani. Seperti contoh murid saya yang bernama Riska sebelumnya tidak pernah maju ke depan kelas, sekarang dia berani menggambar hasil karyanya di papan tulis dengan percaya diri. Selain Riska ada Ayu yang tampil gemilang dengan story telling-nya, Marini yang jago bernyanyi, Jumadi yang pintar merangkai pantun, Nur yang mempunyai tingkat percaya diri melebihi teman-temannya, serta Dakmal yang mampu memberikan semangat ke teman-temannya ketika tampil di depan kelas. Itu baru sebagian kecil perubahan yang telah dilakukan oleh murid-murid saya.
Hal yang ingin saya pelajari disini yaitu ternyata keberanian itu bisa diwujudkan jika anak-anak diberikan ruang ekspresi dan kepercayaan. Saat mereka diberikan waktu untuk berekspresi, mungkin mereka tidak akan berani melakukan jika teman-temannya tidak percaya anak tersebut mampu melakukankannya. Tetapi ketika teman-temannya menatap dengan penuh kepercayaan ketika anak tersebut tampil di kelas saat itulah anak tersebut memanfaatkan waktu untuk berekspresi. Disni terlihat bahwa hukum aksi dan reaksi yang telah diciptakan oleh Tuhan bekerja sama dengan anak-anak di kelas tersebut.

                                                                                                               RN

Bang Abeng (Suku Talang Mamak), Butet Manurung (Sokola Anak Rimba), dan Saya (Pengajar Muda)



Feb, 19th 2014
08.46 PM
Murid SDN 032 Tanah Grogot Kab. Paser Kalimantan Timur
Sukarno pernah mengatakan tugas seorang terdidik adalah mendidik. Banyak cara yang dilakukan oleh orang-orang untuk mendidik secara baik. Tetapi, masih sedikit yang benar-benar peduli mendidik tanpa syarat. Inilah prolog tulisan saya sebelum menuliskan tokoh-tokoh dan benang merah diantara tokoh tersebut.
Salah satu tokoh yang saya kenal pernah memberikan pendidikan tanpa syarat adalah Bang Abeng. Saya mengenal beliau ketika bekerja di salah satu NGO yang bergerak di bidang lingkungan di daerah Riau. Ketika masa-masa mau resign dari kantor saya pernah melakukan perjalanan dengan beliau. Di mobil beliau bercerita tentang kegiatannya selama bekerja di NGO tersebut. Salah satu yang menarik perhatian saya adalah ketika dia bercerita pengalamannya dengan Suku Talang Mamak di Pedalaman Riau.
Bang Abeng dikenal sebagai tetua Suku Talang Mamak, karena keberaniannya terjun langsung ke wilayah Suku Talang Mamak sekitar tahun 1987. Di tahun tersebut bukanlah hal mudah terjun langsung ke suku pedalaman yang belum tersentuh oleh peradaban. Persoalan umum yang dihadapi oleh Bang Abeng adalah akses transportasi menuju pemukiman Suku Talang Mamak. Bang Abeng menghabiskan waktu sekitar 2 hari untuk mencapai pemukiman Suku Talang Mamak menggunakan darat dan sungai. Sungai yang dilalui merupakan sungai yang masih liar yang berada di Kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh.
Ketika diterjunkan ke pedalaman tersebut Bang Abeng belum terpikir untuk mengajar bagi suku anak dalam. Beliau terjun ke lapangan karena tuntutan pekerjaan sebagai orang yang bekerja di NGO Lingkungan. Beliau melakukan pendekatan ke masyarakat Suku Talang Mamak untuk mengajak masyarakat tersebut bekerja sama melakukan konservasi lingkungan. Ternyata yang beliau temui tanpa adanya ajakan melakukan konservasi lingkungan, masyarakat tersebut sudah melestarikan lingkungannya berdasarkan kearifan lokal yang telah mereka wariskan dari tetua Suku Talang Mamak sejak dahulunya[1].
Walaupun Bang Abeng melihat masyarakat Suku Talang Mamak telah melakukan konservasi lingkungan, beliau tetap berinteraksi dengan masyarakat tersebut. Namun ketika berinteraksi dengan masyarakat tersebut Bang Abeng melihat kenyataan miris yang dialami oleh masyarakat Suku Talang Mamak. Masyarakat tersebut sering dibohongi oleh pedagang dalam kegiatan jual-beli hasil hutan. Hal ini disebabkan karena masyarakat tersebut tidak ada yang bisa membaca, menulis, dan berhitung.
Melihat hal tersebut Bang Abeng tergerak hatinya untuk mengajarkan masyarakat tersebut membaca, menulis, dan berhitung. Saya masih terbayang ketika Bang Abeng bercerita ketika dia mengajarkan masyarakat tersebut, mereka masih menggunakan cawet pakaian khas suku pedalaman yang terbuat dari daun-daunan dan hanya menutup bagian vital mereka.
Selain itu beliau juga mendeskripsikan dengan detail, ketika pertama kali melihat buku dan koran, mereka seperti menemukan sebuah benda yang sangat ajaib. Mereka tertawa-tawa melihat koran dan buku tersebut sambil memeriksa semua sudut-sudut buku tersebut. Mereka bertanya-tanya tentang buku dan koran tersebut secara rinci.
Kemudian setelah dijelaskan tentang buku dan koran tersebut Bang Abeng mulai mengajari mereka membaca, menulis, dan berhitung. Pelajaran pertama yang dikenalkan oleh Bang Abeng adalah mengenal angka. Kenapa angka? Karena ketika jual beli pedagang sering menipu mereka melalui angka. Ketika nilai timbangan mereka 7 kg, maka pedagang akan bilang 4 kg. Masyarakat tersebut yang tidak mengerti huruf hanya bisa menerima kalau ternyata mereka ditipu.
Akhirnya Bang Abeng mulai mengajarkan huruf berdasarkan hal yang dipahami oleh masyarakat tersebut. Ketika Bang Abeng mengajarkan angka 1, maka beliau menganalogikan benda-benda yang mirip angka 1 yang bisa dilihat oleh masyarakat tersebut. Angka 1 ketika dipelajari oleh masyarakat tersebut adalah angka yang mirip batang pohon. Angka 4, mirip dengan kursi terbalik, angka 3 mirip dengan ular meliuk, dan angka-angka lain yang telah dianalogikan.
Ternyata prinsip analogi ini dijelaskan oleh Bang Abeng maksudnya bahwa ketika kita mendidik jangan pernah memaksakan sistem pendidikan yang  diperoleh di bangku sekolah maupun kuliah dipaksakan diterapkan ke kelompok sosial masyarakat tertentu. Hal ini disebabkan kemampuan kita menyerap dan menerapkan sistem pendidikan tersebut, tidak sama dengan kemampuan kelompok masyarakat tersebut. Semuanya sistem pendidikan yang telah kita peroleh bisa saja penerapannya di lapangan berubah, seperti yang telah dilakukan oleh Bang Abeng untuk mengajarkan masyarakat Suku Talang Mamak, beliau mengajarkan angka berdasarkan contoh benda-benda di alam sekitarnya.
Hal seperti ini 10 tahun kemudian juga dilakukan oleh Butet Manurung di masyarakat Suku Anak Dalam Jambi. Butet Manurung yang terkenal dengan diary Sokola Rimba-nya menceritakan pengalamannya ketika berinteraksi dengan masyarakat Suku Anak Dalam tersebut. Di dalam buku tersebut dijelaskan tentang perjuangannya mendapat kepercayaan masyarakat tersebut agar mau belajar membaca, menulis, dan berhitung. Butet Manurung terjun memberikan pendidikan bagi masyarakat tersebut, karena melihat kenyataan yang didengarnya tentang masyarakat tersebut yang tidak bisa baca, tulis, dan hitung sehingga sering ditipu oleh pedagang.
Perlahan-lahan Butet mendekati masyarakat tersebut, mengikuti kearifan lokal mereka, dan tinggal dengan mereka di tengah hutan. Melihat kenyataan tersebut masyarakat perlahan-lahan membuka diri dan mau belajar dengan Butet. Cara Butet mengajar ternyata sama dengan Bang Abeng. Dia mengajar berdasarkan contoh nyata yang dilihat di kehidupan sehari-hari masyarakat.
Bisa dilihat betapa sederhananya cara pengajaran yang telah dilakukan oleh Bang Abeng dan Butet Manurung agar masyarakat tersebut mengerti dasar membaca, menulis, dan berhitung. Buktinya dapat dilihat sekarang salah satu murid asuhan Butet Manurung berhasil masuk kuliah di Universitas Jambi dan Bang Abeng berhasil menjadi tokoh desa tanpa melupakan jasa gurunya.
Prestasi yang telah berhasil diukir oleh Butet Manurung dan Bang Abeng di bidang pendidikan untuk kaum marjinal tidak hanya terputus sampai disana. Ternyata, sekarang banyak orang yang peduli terhadap pendidikan untuk kaum marginal. Kaum marjinal disini tidak hanya digambarkan sebagai penduduk suku pedalaman, tetapi juga masyarakat yang tinggal di daerah terpencil, yang susah akses transportasinya, dan mempunyai permasalahan sosial yang cukup rumit.
17 tahun kemudian ternyata saya meneruskan perjuangan Bang Abeng dan Butet Manurung untuk terjun langsung di dunia pendidikan. Dulu ketika masih kuliah membaca buku Sokola Rimba saya membayangkan menjadi guru untuk anak-anak pedalaman. Ternyata sekarang menjadi kenyataan, saya menjadi guru SD di salah satu sudut Kalimantan Timur yang jaraknya lumayan dekat dengan ibukota kabupaten, tetapi kenyataan kualitas pendidikannya masih perlu diperhatikan.
Namun hal itu, tidak menjadi masalah ketika saya berkaca ke perjuangan Bang Abeng dan Butet Manurung memberikan pendidikan ke anak-anak suku dalam. Dalam mengajar sehari-hari saya selalu ingat pesan Bang Abeng, “jangan pernah memaksakan sistem pendidikan yang telah kamu dapat ke suatu kelompok masyarakat tertentu, karena tingkat pemahaman yang berbeda”. Berpedoman dengan kata-kata tersebut, saya tidak memaksakan anak-anak untuk mengikuti standar pendidikan yang telah saya tetapkan, tetapi saya mengikuti tingkat pemahaman mereka dalam menyerap pelajaran.
Kita lebih banyak bermain sambil belajar ketika di sekolah. Salah satu yang terapkan dari kegiatan Bang Abeng dan Butet Manurung adalah belajar dari alam maupun lingkungan sekitarnya agar anak-anak lebih gampang menyerap pelajaran. Ternyata dengan metode seperti ini, anak-anak di sekolahku tidak terlalu terbebani dengan mata pelajaran yang saya asuh.
Terima kasih banyak Bang Abeng dan Butet Manurung, dari pengalaman kalian mengajar masyarakat suku dalam saya menemukan satu pelajaran penting dalam sistem pendidikan yang ramah manusia yaitu jangan pernah menganggap kita adalah seorang guru yang lebih pintar dari murid-muridnya, tapi jadikan anak-anak murid sebagai sumber inspirasi untuk menemukan cara mengajar yang tepat.

                                                                                                               RN


[1] Kearifan Lokal Suku Talang Mamak akan diceritakan di cerita lainnya

Kamis, 20 Maret 2014

Jatuh Cinta (Lagi)


February, 14th 2014
09.21 PM

Jatuh Cinta dengan segala hal di depan mata
Ini tidak kaitannya dengan Valentine Day, karena saya adalah orang yang tidak merayakan hari tersebut. Tetapi, hari ini saya ingin menyatakan ke seluruh dunia kalau saya jatuh cinta dengan semua hal yang sangat sederhana. Jatuh cinta yang tidak rumit sama sekali. Jatuh cinta yang hanya melibatkan satu orang, tanpa perlu mengharapkan balasan dari pihak lain.
Ya ini jatuh cinta yang sangat berbeda. Saya tersenyum ketika membayangkan hal yang telah dilakukan dan didapat selama ini. Saya selalu bersemangat menyambut setiap hari disini, karena tidak sabar menunggu kejutan yang akan didapat setiap harinya.
Dalam perjalanan cinta kali ini objek selalu saya nantikan adalah alam, perjalanan, dan anak-anak. Ya objek-objek tersebut yang membuat saya berani jatuh cinta dengan sadar. Jatuh cinta pada hal tersebut pernah saya rasakan ketika membaca Buku De Journal memoar perjalanan seorang perempuan keliling Indonesia mengendarai motor.  Ketika membaca buku tersebut saya hanya bisa membayangkan jatuh cinta terhadap hal-hal tersebut. Tetapi sekarang saya mengalaminya sendiri dan hal tersebut sangat indah untuk dirasakan. Ada satu kalimat di buku tersebut yang menarik bagi saya, yaitu “Aku akan mencari cinta, melihat cinta, dan berbuat sesuatu untuk cinta”.
Pencarian cinta kali ini akan sangat menarik, karena saya melakukannya tanpa disadari. Saya seperti melebur dalam perasaan cinta tersebut untuk menemukan sosok cinta lainnya yang terangkum dalam 3 hal tersebut. Saya selalu bersemangat menyambut hari-hari untuk menemukannya.
Ketika malam datang saya tidak sabar menunggu subuh untuk mandi. Kenapa? Karena ketika cuaca cerah saya bisa menikmati bintang fajar yang sangat indah dan bulan menghilang dari pandangan mata di kaki-kaki langit. Bayangkan saja bulan yang selama ini terasa sangat jauh dari pandangan mata saya, tiba-tiba ketika disini bulan beserta langit jaraknya sangat dekat dengan mata saya. Hal ini merupakan anugrah yang sangat luar biasa, bagi saya yang sangat mencintai langit malam. Ketika bulan jatuh perlahan-lahan ketika subuh, tiba-tiba dari arah yang berlawanan sang matahari dengan semangatnya menyemburkan sinar jingga ke bumi, sehingga fajar menjadi terasa sangat indah di subuh tersebut. 

Pemandangan Fajar di depan rumahku
Itu baru cerita fajar, bagaimana dengan cerita senjanya? Disini cukup duduk di beranda rumah panggung saya, bisa menikmati sunset yang jatuh ke perut bumi. Sinar jingga dan bulat sempurnanya selalu bisa membuat saya bersyukur berada disini. Siang hari juga memberikan cerita yang berbeda. Seperti siang ini saya menelusuri sungai di Kalimantan yang terkenal besar dan dalam menggunakan perahu. Kami memancing di sungai dari atas perahu, menelusuri semak-semak di sepanjang aliran sungai serta pohon-pohon yang menjuntai ke air. Ketika melewati pohon dan semak tersebut, saya merasa mereka yang tinggal disini sangat beruntung diberikan alam yang indah. Oh tuhan saya benar-benar jatuh cinta dengan alam ini.
Kudayung-dayung perahu di sungai
Pencarian cinta terhadap alam ini bisa saya dapat melalui perjalanan. Perjalanan kali ini akan saya beri nama dengan perjalanan kehidupan. Di perjalanan ini mengharuskan saya belajar lebih banyak tentang kehidupan, tentang proses jatuh cinta terhadap berbagai hal yang disuka maupun tidak suka. Jatuh cinta kepada perjalanan tidak saya maknai seberapa banyak tempat yang mampu saya kunjungi, tetapi lebih ke teman perjalanan. Perjalanan kali ini melibatkan banyak sekali orang yang bergabung dengan pencarian saya. Mereka mempunyai karakter yang berbeda, tetapi satu yang saya harapkan saya ingin menemukan seseorang yang mampu mengimbangi saya di perjalanan kali ini. Sehingga, cinta saya terhadap perjalanan menjadi utuh.
Bersama wajah-wajah polos nan ceria imi
Kemudian objek cinta terakhir yang membuat saya selalu menantikan hari-hari untuk bertemu dengan mereka adalah anak-anak. Anak-anak mempunyai jiwa tidak bisa digambarkan dengan kata-kata karena kepolosan yang mereka miliki. Mereka mengajarkan banyak hal kepada saya. Secara tidak langsung mereka mengajarkan saya untuk memiliki hati yang hangat. Saya harus benar-benar memberikan seluruh hati kepada mereka, jika ingin memahami mereka. Senyum mereka menyambut saya setiap pagi di sekolahan telah mulai meruntuhkan dinding hati yang dingin. Saya butuh mereka untuk mencintai dengan tulus. Terima kasih tuhan untuk 3 cinta ini.
                                                                                                            RN

Pemimpin Dirinya Sendiri


February, 11st 2014
09.04 PM

 
Pengajar Muda 7 Kab. Paser

Menjadi Pengajar Muda itu harus merelakan waktunya selama 1 tahun 2 bulan bersama orang lain dalam sebuah kelompok. Kelompok yang benar-benar harus bergerak bersama dalam sebuah ikatan keluarga. Keluarga yang akan berbagi masalah kehidupan yang di dalamnya tidak ada orang tua yang mengatur kita, tetapi saudara seumuran yang dengan caranya masing-masing mengatur setiap individu yang berada di dalam keluarga tersebut.
Hal tersebut merupakan sesuatu hal baru bagi saya. Saya tidak terbiasa berada dalam kelompok yang seumuran dengan saya. Kelompok yang harus saya anggap keluarga baru yang setiap individu di dalamnya memiliki karakter yang berbeda, yang merupakan pemimpin bagi dirinya sendiri. Coba bayangkan seseorang yang biasanya memimpin dirinya sendiri sekarang harus merelakan hidupnya berbagi pimpinan dengan keluarga barunya.
Berapa banyak terjadi pergolakan ego dan batin ketika pemimpin dipimpin oleh banyak orang dalam suatu keluarga. Pemimpin ini menolak untuk dipimpin oleh banyak orang. Tetapi, hal itu bisa dilakukannya, dia harus mengikuti peraturan keluarga barunya. Dia harus mau dipimpin oleh banyak orang dalam keluarga barunya. Disini, sang pemimpin sedikit demi sedikit mencoba mengurangi egonya, berusaha membuka diri untuk keluarga barunya dengan penuh kehangatan.
Ternyata pemimpin tersebut susah sekali untuk membuka diri dan berbagi kehidupan dengan keluarga barunya. Ada pergolakan batin lagi dalam jiwa si pemimpin. Kenapa pemimpin ini harus berbagi kehidupan dengan keluarga barunya, jika itu bukanlah sesuatu hal yang penting. Pemimpin mencoba tidak terlalu menerima kehangatan keluarga barunya, dia mencoba menjaga sikap dan menutup hatinya bagi keluarga barunya.
Pemimpin tersebut ternyata merasa tidak nyaman juga melakukan sendiri semua. Pemimpin ini mencoba merefleksikan dirinya dalam keluarga tersebut. Akhirnya pemimpin ini menemukan jawabannya, “Ini adalah impian saya sejak dahulu, sekarang ketika impian saya  terwujud, saya harus melebur dengan hangat ke dalam lingkungan keluarga baru ini”.
Keinginan tersebut dirasa oleh pemimpin tersebut. Lagi dia mencoba membuka hatinya untuk berbagi dengan orang lain. Pemimpin tersebut mencoba memperluas zona nyaman yang dimiliki oleh pribadinya. Walaupun hal itu dirasa susah oleh pemimpin tersebut, tetapi dia tetap mau belajar terus setiap hari. Dia belajar menerima orang lain dengan semua kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya. Dia mulai mengajak mengobrol beberapa keluarga barunya agar bisa melebur dalam keluarga barunya tersebut.
Mengapa pemimpin tersebut mau bersusah payah membuka hatinya untuk keluarga barunya? Ternyata pemimpin tersebut bekerja di ranah yang diimpikan olehnya sejak zaman kuliah dulu dan ranah kerjanya juga diimpikan oleh ribuan pemuda di negeri ini. Sekarang pemimpin tersebut masih terus belajar untuk menerima orang lain dalam kehidupannya. Walaupun pemimpin tersebut mempunyai banyak teman dari berbagai kalangan, tetapi dia tidak bisa untuk menerima orang-orang tersebut dalam kehidupannya. Hanya beberapa orang yang bisa memasuki kehidupan pemimpin tersebut.
Sekarang pemimpin tersebut membiasakan dirinya untuk diatur dan mengatur pribadi-pribadi yang ada di dalam kelompoknya. Pemimpin tersebut berbagi senyum, lelah, kerja, pemikiran, dan semua hal dengan keluarga barunya. Hal ini merupakan suatu kemajuan yang cukup bagus yang dirasakan oleh pemimpin tersebut. Pemimpin ini merelakan hidupnya bergabung dengan sesama pemimpin yang berusia sama yang minim pengalaman.
Pemimpin ini diajarkan untuk mandiri beradaptasi dengan keluarga barunya ini. Pemimpin ini tidak bisa memaksakan kehendaknya lagi. Pemimpin ini benar-benar belajar keras, karena dia tidak ingin mengecewakan keluarga barunya. Pemimpin ini selalu meminta saran kepada beberapa orang yang mulai dipercayai di keluarga barunya tersebut.
Benar-benar perubahan luar biasa yang dialami oleh pemipin tersebut. Ternyata ranah pekerjaan yang diimpikannya sebagai Pengajar Muda memberikannya banyak hal baru bagi kehidupannya. Disini pemimpin tersebut yang notabenenya adalah sebagai pengajar ternyata dia yang banyak belajar disini. Banyak hal sederhana yang ditemuinya disini yang tidak pernah diperhatikan oleh pemimpin tersebut. Semoga semakin banyak hal-hal yang baru yang ditemui oleh pemimpin ini selama masa penugasannya. Sehingga, pemimpin ini menjadi lebih baik setiap harinya.
Catatan ini merupakan refleksi diri sang Pengajar Muda sebagai pemimpin bagi dirinya sendirinya. Catatan ini dibuatnya di hari ke-104 menjadi seorang Pengajar Muda. Pelajaran kehidupan tentang zona nyaman dan berbagi hati menerima orang lain yang menjadi perhatian khusus bagi pemimpin ini.

                                                                                                                        RN